Mau tau soal arsitektur, arsitek, desain, interior, konstruksi?

Selamat Datang.......

selamat datang di dunia arsitektur dan interior...blog ini berisi tentang berbagai informasi seputar dunia arsitektur, desain, seni dan budaya. berbagai hal tentang teori desain bangunan dan lansekap juga diposting di blog ini. ulasan jejak rekam arsitek terkenal dan juga bangunan-bangunan hasil karyanya akan selalu dihadirkan di sini...so..check this out!!! selamat membaca...salam 

Kamis, 23 Juli 2009

PETUALANGAN MENYUSURI GEREJA-GEREJA 2





b. Gereja Maria Assumpta, Klaten (Jawa Tengah)
  Gereja Maria Assumpta dibangun pada tahun 1968 terletak di kota Klaten. Gereja yang terbuka, penafsiran baru atas pendopo setiap elemen bangunan dielaborasi dengan sangat intens, kekayaan ragam tektur dan inovasi penanganan bahan. Untuk memahami lebih dalam tentang ciri tektonika bangunan ini terlebih dahulu dapat dilihat model bangunan secara keseluruhan sebagai berikut:
1) Tektonika, Makna dan Ruang
 Gereja Maria Assumpta merupakan gereja yang mempunyai makna sebagai rumah manusia dan rumah Tuhan. Hiruk-pikuk lingkungan sekitar menyatu padu dengan keheningan di dalam gereja. Gereja ini merupakan gereja yang terbuka, hampir tidak ada pembatas dinding yang membatasi gerak manusia atas ruang luar dan dalam. Dinding depan yang terlihat tertutup sebenarnya adalah sebuah gebyok panjang yang menutupi hampir seluruh fasade depan gereja. Jika gebyok ini dibuka untuk keperluan ibadat yang diikuti oleh banyak jemaat maka hampir dipastikan bahwa gereja ini adalah sebuah pendopo yang hadir dengan bentuk yang baru. Berdasar pada sebuah roh teologis dari kitab suci, “yang lama sudah berlalu dan sesungguhnya yang baru sudah datang (2Kor 5:17)”, Mangunwijaya tetap menghargai sejarah sisa-sisa bangunan yang lama yang disandingkan dengan gereja yang baru. Nuansa ibadat juga merupakan adaptasi tradisi budaya Jawa, dengan hadirnya gamelan di ruang koor gereja.
2) Konstruksi Dinding
 Konstruksi dinding sebagian besar didominasi oleh dinding batu bata yang diplester dengan metode ‘kamprotan’ atau finishing guratan dari bambu. Selain itu juga dinding roaster yang merupakan cetakan beton hasil kria Mangunwijaya hadir di sela-sela masifnya dinding batu bata. Roaster ini membuat karakter dinding atau beton menjadi lebih ringan karena permukaan yang berongga-rongga tembus cahaya-immaterialitas bahan. Namun tampilan dinding batu-bata ini tidak membuat gereja ini menjadi masif, karena dimanfaatkan sebagai dinding yang menggantung di atas balok-balok (bukan menghalangi gerak) juga banyak pelubangan-pelubangan acak atau mozaik sebagai penghadiran bias-bias cahaya masuk ke dalam ruang gereja. Yang menarik adalah sebuah persandingan dinding lama dan baru gereja yang menandai Mangunwijaya masih menghargai keberadaan sejarah gereja.
3) Konstruksi kolom dan balok
 Struktur kolom dan balok pada gereja ini menggunakan beton bertulang. Beberapa untuk serambi atau selasar menggunakan kolom dari material kayu. Yang paling mencolok adalah hadirnya 3 buah tiang kolom yang membentuk piramid runcing dengan pertemuannya pada balok yang dimensinya sangat besar dan lebar. Struktur ini muncul karena membutuhkan ruang terbuka yang cukup lebar untuk fasade depan, sehingga peran kolom-kolom yang banyak mengisi pada bagian depan gereja diganti dengan struktur kolom tunggal berbentuk piramid. Tipe struktur ini dengan bentang lebar hanya dimungkinkan dengan hadirnya balok besar dengan penebalan pada bagian pertemuan dengan kolom yang membentuk piramid. Lihatlah intensitas ornamentasi yang diberikan. Berawal dari pangkal bawah tiang ornamen relatif sederhana dan besar kemudian berangsur bergerak keatas semakin intens dan kecil. Kesan immaterial tercermin lewat tiang ini.  
 Ada beberapa jenis perlakuan terhadap bentuk kolom beton pada gereja ini. Dicetak dengan cetakan bambu sehingga terlihat guratan-guratan horisontal dari permukan bambu juga bentuk cetakan simbol-simbol yang ada dalam kitab suci. Kolom inipun kaya warna, kaya pada eksperimen bentuk, bertekstur dan kontras. Pilihan untuk mencetak berbagai material bahan konstruksi ini adalah upaya agar biaya pembangunan banyak digunakan untuk biaya tukang daripada untuk pembelian material dari pabrik.
4) Konstruksi Atap
 Bentuk dasar atap Gereja Maria Assumpta adalah atap pelana. Yang menarik adalah pada bagian fasade depan gereja. Ujung atap diperuncing sehingga menjadikan teritisan menjadi lebar dan bernilai seni. Kebudayaan menghias atap ini mengingatkan pada kebudayaan Nusantara dengan ujung atap yang dihias, dibentuk sehingga tampil menarik. Lihat dan bandingkan dengan rumah adat Minangkabau atau Toraja. Plafond pada bangunan utama gereja menggunakan papan kayu (pada ruang tengah) dan anyaman bambu digunakan pada selasar atau serambi gereja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Recent Readers

View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile
Web Hosting