Sebuah bangunan gereja merupakan hasil arsitektur suatu zaman, yang mencakup banyak hal: kemuliaan Allah dan manusia, ketekunan yang besar baik dalam hal waktu, ketrampilan maupun biaya, dibangun oleh para ahli terbaik pada zamannya, dan menggunakan teknik-teknik bangunan yang paling mutakhir. Maka menikmati gereja pada zaman klasik (sebelum abad pertengahan/ zaman gereja purba sampai akhir abad pertengahan) berarti menikmati perjalanan budaya berabad-abad. Itulah sebabnya, di dalam perjalanan sejarah terdapat kekhususan gaya/ motif bangunan gereja sebagai ungkapan kebudayaan zaman itu. Secara kronologis, motif atau gaya bangunan dalam sejarah gereja adalah sbb:
1) Gereja Gaya Rumah biasa dan sinagoga (Jemaat Kristiani Perdana)
3) Gereja Gaya Istana/ Kuil (abad ke-4 dan ke-5)
4) Gereja Gaya Romanesque (abad ke-11)
5) Gereja Gaya Gotik (abad ke-12 dan ke-13)
6) Gereja Gaya Renaisans (akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16)
7) Gereja Gaya Baroque (pertengahan abad ke-16 s/d ke-17)
8) Gereja Gaya Neo-klasik (abad ke-18, zaman modern)
9) Gereja Gaya Modern/ Post-Modern (abad ke-19, ke-20)
Pada bahasan kajian tipologi arsitektur gereja Katholik klasik ini yang akan dibahas hanya ada 4 langgam atau gaya, yaitu:
1) Gereja Gaya Romanesque/ Romanik (abad ke-11)
a) Pola Olah Denah
Susunan denah gereja gaya Romanik sebetulnya bukanlah betul-betul baru. Susunan ini masih mengikuti gaya susunan denah Basilika yang terdiri dari 3 bagian bangunan, juga bangunan melintang dengan apsis yang ditempatkan di sebelah timur. Hal baru pada gaya Romanik adalah perkembangan bentuk dan susunan apsis. Apsis bukan lagi hanya satu buah, melainkan berupa kelompok beberapa apsis. Ada yang disusun dalam posisi skuadron, ada pula yang berupa ruang altar melingkar dengan deretan kapel-kapel kecil yang dibangun searah dengan jari-jari lingkarannya. Dengan demikian penonjolan keindahan terpusat pada bagian ini. Sering susunan ruang altar (apsis) diulangi lagi pada kedua ujung bangunan melintang, sehingga denah keseluruhan bagian ini berbentuk seperti daun semanggi.
b) Pola Olah Tampak
Ruang dalam gereja gaya Romanik ada kemiripan dengan Basilika gereja purba yang mempunyai ciri khas deretan pilar yang memisahkan ruang tengah dan bangunan samping (sayap bangunan). Pada gereja gaya Romanik, skema dasar ini mengalami sedikit perubahan. Tiang pendukung dibuat berselang-seling antara pilar pendukung lengkungan langit-langit dan tiang persegi penyangga arcade terletak di bawah dinding batas ruang tengah, yang menghubungkan ruang tersebut dengan sayap sayap samping bangunan.
Pembagian denah menyilang merupakan hal yang khas pada gaya Romanik, sehingga mengilhami pembuatan menara pada persilangan tersebut. Menara itu dinamakan menara persilangan. Menara lain yang biasa dibuat pada masa itu adalah 2 buah menara yang mengapit gerbang utama yang terletak beriringan dengan serambi barat.
2) Gereja Gaya Gotik (abad ke-12 dan ke-13)
a) Pola Olah Denah
Gaya Gotik ini mempunyai ciri khas dalam pengaturan ruang, dimana terdapat tekanan mencolok ke arah vertikal dan juga pandangan terbuka ke arah ruang altar, memperlihatkan satu kesatuan. Susunan ruang atau bagian-bagian bangunan yang bertingkat-tingkat seperti yang kita kenal pada zaman Romanik, dihilangkan secara total dan diganti dengan susunan yang menyatu. Kripta juga dihilangkan dan bangunan melintang hanya dibuat sedikit menonjol atau kadang-kadang bahkan dihilangkan sama sekali. Dinding sayap bangunan dibuat bersusun 2 dan memanjang mengikuti bagian tengah bangunan sampai ke altar untuk menekan kesan merangkum.
b) Pola Olah Tampak
Gereja Gotik merupakan bangunan dengan sistem kerangka dan penopang. Dinding-dindingnya berfungsi sebagai pelindung yang melingkupi ruang dalam gereja seperti selubung tipis. Beban atapnya yang melengkung dan tinggi, ditopang oleh pilar-pilar ditempatkan menggerombol dan berkaitan. Sedangkan gaya tekan ke sampingnya diterima oleh balok penopang miring, kemudian dialirkan ke tanah melalui tiang penopang yang terpancang di luar bangunan gereja.
Kerangka pada atap melengkung yang dipakai sebagai penerima beban atap merupakan suatu langkah yang berani dalam mengembangkan konstruksi penopang lengkungan atap dari batu. Bagian-bagian di antara kerangka yang masih terbuka, ditutup dengan lapisan plester tipis sehingga membentuk langit-langit kubah. Lengkungan menyudut dan jendela yang semakin lebar menjadi ciri khas gaya Gotik yang mengarah vertikal. Ciri tersebut di atas merupakan bagian dari 3 elemen konstruksi khas Gotik, yaitu: kerangka atap yang melengkung, konstruksi tiang penopang di luar bangunan dan lengkungan menyudut.
3) Gereja Gaya Renaisans (akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16)
a) Pola Olah Denah
Dalam pola olah denah gereja gaya Renaisans bentuk yang paling mendukung adalah bujur sangkar dan lingkaran. Penggunaan bentuk lingkaran, bujur sangkar, kubus, bola, dan tabung sesuai dengan gaya Renaisans berkat keteratuaran bentuknya yang memperlihatkan kesan rasional. Penggunaan bentuk bangunan yang memusat merupakan simbol peraturan keagamaan di dunia.
b) Pola Olah Tampak
Penggunaan bentuk kubah atau relung merupakan ciri khas gereja gaya Renaisans. Bentuk blok yang dibuat berulang dengan ketinggian lantai gedung yang seragam serta jendela-jendela yang diletakkan berderet dengan jarak dan besar yang sama menunjukkan harmoni yang sangat sederhana tanpa adanya suatu titik pusat perhatian sama sekali. Gaya Renaisans adalah gaya yang dibuat menurut teori bahwa badan bangunan harus berbentuk kubus melebar.
) Gereja Gaya Baroque (pertengahan abad ke-16 s/d ke-17)
a) Pola Olah Denah
Tema dasarnya adalah bangunan yang memusat pada mahkota kubah yang digabung dengan bangunan memanjang. Skema denahnya bisa dibagi menjadi 3 bagian, yaitu gerbang, jalan dan tujuan yang secara arsitektural dijabarkan menjadi fasade (wajah bangunan), ruang tengah, dan kubah berelung.
Gaya dengan skema 3 bagian (serambi depan yang memanjang, serambi tengah yang melebar dengan kubah di bagian tengahnya dan ruang altar) merupakan yang sangat sering dijumpai pada gereja gaya Baroque.
Sejak abad pertengahan ke-17, skema denah gabungan memanjang dan bangunan memusat tampak semakin menyatu dan menjadi suatu bentuk baru yaitu bentuk oval memanjang. Bagian-bagian bangunan pada masa Baroque juga berkembang semakin menyatu. Hal ini tampak pula pada pengaturan pembagian ruang dalam gereja. Tinggi dan panjangnya memberikan ritme khusus pada ruang dan dinding.
b) Pola Olah Tampak
Bentuk fasade bangunan memperlihatkan garis-garis siluet seperti pada Basilika zaman gereja purba. Gaya Baroque masa puncak ditandai dengan susunan yang berirama. Bidang-bidang mendatar dan vertikal serta bagian-bagian bangunan yang beronamen dan yang polos, menciptakan ketegangan yang harmonis.
Classic Buildings of Catholic Church always impress me.. They are the symbols of The Glory of God, the intelligence of human, and The Beauty of Architecture Art, also with their ornaments, frescoes, statues, musics, etc
BalasHapus