Pasar Triwindu
(by Sebastian)
Sejak Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 dan mulai menduduki wilayah Surakarta, keadaan mulai berubah menjadi kesengsaraan dan kesusahan. Saat itu peredaran uang sangat berkurang, maka satu persatu masyarakat mulai menjual koleksi barang antik yang mereka miliki guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada tahun 1953-1954 pasar Triwindu berkembang menjadi pusat jual beli barang-barang antik dan kemudian pada tahun 1970 berkembang menjadi pusat jual beli barang afkiran seperti onderdil kendaraan, besi tua, dan lain sebagainya.
Pasar Triwindu yang semula berfungsi sebagai pasar umum berubah menjadi pusat perdagangan barang antik dan barang bekas yang ruang lingkupnya semakin berkurang akibat semakin banyaknya penduduk yang bermukim di area pasar tersebut.
Pada awalnya pasar Triwindu hanya berbentuk tanah lapang dan dalam perdagangan masih menjual belikan bermacam-macam barang dagangan yang salah satunya yaitu perdagangan buku pada tahun 1953 yang kemudian berpindah ke belakang Sriwedari dan berlangsung hingga kini.
Pada tahun yang sama, Mangkunegaran mulai mendirikan bangunan untuk tempat perdagangan yang berupa los untuk para pedagang yang sebelumnya hanya menggunakan alas untuk tempat berdagangnya. Sebagian bangunan tersebut terbuat dari kayu jati terutama pada tiang dan rangka atap, sedangkan untuk atapnya sendiri ada yang menggunakan genteng namun pula ada yang menggunakan seng. Di antara bangunan-bangunan tersebut terdapat dua bangunan yang menggunakan tembok dan bersifat tertutup yang pada saat ini digunakan sebagai kantor pengelola dan Koperasi Pertapan Triwindu yang merupakan koperasinya para pedagang Triwindu.
Pasar Triwindu sekarang telah dikelola oleh pemerintah Kotamadya Surakarta yaitu oleh Dinas Pengelola Pasar. Walaupun sekarang telah menjadi milik Pemerintah Kotamadya Surakarta namun dalam perencanaannya tidak lepas dari Mangkunegaran karena pada awalnya lahan tersebut milik Mangkunegaran. Selain itu lokasi pasar Triwindu terletak di daerah kawasan Mangkunegaran dimana kawasan tersebut sudah ditetapkan sebagai kawasan dengan pola dan bentuk bangunan yang bercorak tradisional. Hal ini dipengaruhi oleh poros ritual sekunder dari mangkunegaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar