1. Siapakah Romo Mangun itu?
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau akrab disapa dengan Romo Mangun lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, 6 Mei 1929 dari pasangan Yulianus Sumadi Mangunwijaya dan Serafin Kamdanijah. Beliau anak sulung dengan sebelas adik, tujuh di antaranya perempuan. Beliau wafat “dalam tugas” dan dikelilingi oleh para sahabatnya dalam suatu seminar di Jakarta,10 Februari 1999. Kemudian dimakamkan di makam Seminari Tinggi Kentungan, Jl. Kaliurang, Yogyakarta.
2. Bagaimanakah masa kecil Romo Mangun?
Lingkungan asrama dan bruderan, itulah yang telah dikenal sejak kecil oleh Bilyarta (atau Mas Ta, panggilan untuk si anak sulung ini), sedemikian rupa sehingga sikap disiplin dan tanggung jawab mulai bertumbuh dalam diri Mas Ta. Demikian kesaksian Ibu Hendrawasita, yang kini berdomisili di Gejayan Yogyakarta, mengenai Bilyarta waktu kecil. Ibu Hendra masih ingat bagaimana pada waktu itu, saat zaman sedang susah dan serba sulit, bersama sang kakak, ia diajak berkeliling menjual sabun, demi membantu orang tua. “Bila sore tiba, Mas Ta mengajak saya berkeliling menjual sabun batangan dengan naik sepada. Saya mbonceng di belakang”, cerita Ibu Hendra.
Oleh orang tuanya, khususnya Ibu, Bilyarta digadhang-gadhang agar kelak menjadi imam. Dia pada masa kecilnya pernah mendapat alat permainan untuk “misa-misa”-an. Adik-adiknya disuruh menjadi umat.
3. Pendidikan apa saja yang telah Beliau tempuh?
Tahun 1943 HIS di Magelang
Tahun 1947 ST di Yogyakarta
Tahun 1951 tamat STM di Malang
Tahun 1951-1952 Seminari Menengah di Jl. Code, Yogyakarta
Tahun 1952-1953 Seminari Menengah di Mertoyudan, Magelang
Tahun 1953-1959 Seminari Tinggi St. Paulus, Yogyakarta
Tahun 1959 Ditahbiskan menjadi Imam
Tahun 1959-1960 Belajar Arsitektur di ITB
Tahun 1960-1966 Sekolah Teknik di Rheimisc-Westfälische Hochschule, Aachen, Republik Federal Jerman
Tahun 1978 Fellowship of Aspen Institute for Humanistik Studies, Aspen, Colorado USA
4. Pengalaman bekerja dan pengabdian apa saja yang telah Beliau lakukan?
1945-1946 Prajurit BKR, TKR Divisi III, Batalyon V, Kompi Zeni
1947-1948 Komando Seksi TP Brigade XVII. Kompi Kedu
1959-1999 Pastor
1967-1980 Dosen Luar Biasa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM
1967-1999 Arsitek independent berbagai bangunan:
Klasifikasi Bangunan Karya Romo Mangun Menurut Fungsinya
No Pertapaan/ Peziarahan Gereja/ Bgn Religius Bangunan Umum Wisma/ Rumah Kediaman Bgn Pendidikan/ Sekolah
1 Kompleks Peziarahan Sendang Sono
Gedung Keuskupan Agung Semarang
Markas Kowilhan II
Rumah Kediaman Arief Budiman
Perpustakaan Pusat UGM
2 Pertapaan Trapistin Bunda Pemersatu Gedono Boyolali, Jateng Gereja Katolik St. Maria Assumpta Klaten
Gedung Bentara Budaya Kompas-Gramedia Jakarta Rumah Kediaman Romo Mangun di Gg.Kuwera, Mrican (Wisma Kuwera
Seminari Anging Mammiri
3 Gereja St. Albertus Agung Jetis, Yogyakarta
Pemukiman Tepi Kali Code Wisma Salam
SD Kanisius
4 Gereja Katolik Cilincing Jakarta
Wisma Unio Sangkalputung Klaten
Kampus Universitas Surabaya
5 Gereja St. Lukas
Wisma Sang Penebus
Relief Gelanggang Mahasiswa UGM
6 Gereja St. Maria Fatima
7 Gereja Bunda Maria Sapta Duka
8 Gereja Salib Suci
9 Gereja Deyangan
10 Kapel di Panti Semedi
11 Altar Gereja Muntilan
12 Gereja St. Theresia Salam Jombor
13 Gereja St. Yusuf
14 Gereja St. Petrus
15 Gereja Mandongan
1968-1999 Kolumnis di berbagai Koran dan majalah, novelis
1980-1986 Pekerja social di tepian S.Code, Yogyakarta
1986- Pendampingan warga korban pembangunan Waduk Kedongombo, Jateng
5. Mengapa Bilyarta masuk ke Seminari?
Bilyarta masuk ke Seminari setelah mengenyam banyak pengalaman dalam hal berperang. Beliau sempat menjadi prajurit TP (Tentara Pelajar), th.1948 Beliau menjadi Komandan Seksi TP Brigade XVII Kompi Kedu.
Ada banyak alasan masuk akal yang bisa dibayangkan, yang pasti pemuda Bilyarta pun turut berusaha merebut hidup yang lebih baik. Dilihatnya bahwa menjadi imam adalah suatu bentuk atau lingkup hidup yang menjadikan masa depan yang lebih baik.
Menurut Theresia Kushardini (Sekretaris Yayasan Arita), Romo Mangun ini tergerak menjadi imam antara lain karena kata-kata bijak penuh makna dari komandannya: Bapak Isman. Bapak Isman pernah menegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia hanya terjadi karena perjuangan rakyat yang didukung oleh komponen-komponen yang lain. Yang paling banyak memberikan pengorbanan dan sekaligus menjadi korban dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah rakyat kebanyakan, bukan yang lain. Selanjutnya
panggilan imamatnya termotivasi oleh dorongan hati yang kuat untuk membalas hutang budinya kepada rakyat kebanyakan. Baginya, bantuk hidup yang paling memungkinkan untuk “membayar” hutang budinya adalah dengan menjadi imam.
6. Bagaimana kehidupan Bilyarta sewaktu menjalani pendidikan di Seminari?
Masa di Seminari Tinggi, tidak banyak meninggalkan kesan khusus bagi teman-teman sepanggilan. Yang pasti, Beliau menjalani tugas dan panggilannya seperti kebanyakan frater atau rama mudha pada masanya. Salah-satu hal yang unik adalah bahwa pada waktu itu, dengan ketrampilannya di bidang teknik,
Bilyarta pandai memanfaatkan barang-barang yang oleh orang lain dibuang atau disingkirkan dari kamar.
Maka kalau orang hendak mencari “tanda-tanda” kehebatan Romo Mangun sebagaimana banyak dikenal oleh masyarakat mengenai Romo Mangun Kali Code atau Romo Mangun yang novelis plus budayawan, atau yang semacamnya dalam kurun waktu pendidikan di Seminari tidak kita dapatkan. Dengan kata lain, Mangunwijaya pada waktu rama mudha di Seminari (Tinggi), lainlah dengan Mangunwijaya yang kini banyak dikenal masyarakat luas.
7. Bagaimanakah konsep teologi Romo Mangun?
Salah-satu ciri konsep teologi Romo Mangun adalah progresif revolusioner yang juga sering disebut dengan teologi pembebasan, teologi yang memihak kaum kecil atau tertindas atau membebaskan kaum tertindas dari berbagai macam penindasan (ekonomi, politik, budaya) dan memulihkan martabat manusia
8. Sikap hidup bagaimanakah yang mendasari karya Romo Mangun?
Sikap hidup ngopeni barang yang sudah terbuang menjadi barang yang berharga atau terhormat. Kalau barang yang terbuang pun diopeni apalagi manusia
Cenderung memakai barang yang ada. Gereja St. Theresia Salam tidak dibongkar tetapi hanya dipermak dan dibalik pintu gerbangnya.
Dasar sikap hidupnya (kritik atas efisiensi dan kepraktisan, tambal sulam dan pating ceklunik lebih merepotkan):
• Romo Mangun lebih mengutamakan proses yang baik daripada mengejar hasil yang baik tetapi prosesnya tidak baik (mengorbankan banyak hal yang tidak perlu)
• Sama –sama membutuhkan harus berani memilih yang paling membutuhkan.
• Dasar dalam Injil Lukas 15:1-7 (kalau ada orang mementingkan keuntungan/ hasil ‘bisnis’, ada domba seratus, hilang satu akan berkata:”Daripada mencari yang satu belum tentu ketemu sedangkan yang 99 bisa terlantar, ya lebih baik yang lebih banyak diprioritaskan. Tetapi sikap pastoral sejati akan berkata:”Yang 99 memang membutuhkan perhatian namun yang satu jauh lebih membutuhkan perhatian.” Sikap dan semangat semacam inilah yang dimaksud dengan preferential for the poor
• Dasar dalam Yesaya 42:3 :”Buluh yang terkulai tidak akan dipatahkannya, sumbu yang berkedap-kedip tidak akan dipadamkannya.” Kalau semangat hidup atau mentalitasnya mengutamakan efisiensi atau hasil, maka buluh yang terkulai lebih baik dipatahkannya daripada merepotkan. Sumbu yang berkedap-kedip juga lebih merepotkan, maka lebih baik dipadamkan.
Cara dan gaya Romo Mangun mengangkat harkat dan martabat orang kecil bukan dengan gaya sinterklas yang membagi-bagikan uang atau barang kepada orang miskin sebagai ungkapan kedermawaan sebagaimana sering dilakukan banyak orang. Romo Mangun lebih memilih menjadi sahabat orang kecil dengan cara tinggal di antara dan di tengah-tengah mereka daripada menjadi sinterklas yang hanya akan menimbulkan ketergantungan (bukan pemberdayaan dan pemerdekaan) dan menyuburkan pola hidup konsumtif pada diri orang miskin.
Romo Mangun mau belajar dari orang-orang kecil dan sederhana, walaupun Beliau adalah orang yang pandai dalam berbagai bidang kehidupan (teknik arsitektur, kebudayaan, politik, sastra, kesenian, teologi dsb)
Romo Mangun mempunyai perhatian yang sangat besar pada masalah pendidikan terutama pendidikan dasar. Sebab dalam pendidikan dasar itulah dasar-dasar kehidupan manusia (religius, budaya, social, dsb) akan dibentuk.
Dalam bidang pendidikan Romo Mangun sangat setuju dengan pendidikan ala Paolo Freire (pendidikan yang membebaskan atau memerdekakan)
Kata kunci:
• Eksplorasi = anak harus mencari, bertanya dan menemukan jawabannya.Romo sangat tidak setuju dengan banking system (anak hanya disuruh menghafal dan menirukan apa yang dikatakan oleh guru)
• Kreasi (kreatif) = manusia diciptakan dengan akal budi. Dengan akal budi tersebut manusia mempunyai kehendak bebas dan sekaligus dituntut tanggung jawab atas kebebasan itu.
• Setia kawan = Tanpa setia kawan anak yang sudah pandai (karena pendidikan) akan cenderung minteri orang lain
• Religiusitas = religiusitas berbeda dengan agama. Kalau agama lebih menekankan segi-segi lahiriah, hokum dan dogma, maka religiusitas lebih menekankan sikap dasar iman (cinta kasih). Dengan religiusitas yang mendasari semua agama itulah diharapkan orang tidak menjadi fanatic-sempit melainkan bisa hidup bersama dengan baik meskipun berbeda agama.
Romo tidak setuju dengan pendidikan yang bertujuan menyiapkan anak menjadi siap pakai atau siap kerja. Sebab kalau pendidikan hanya menyiapkan anak didik menjadi siap pakai berarti mengingkari hakikat dan martabat manusia yang luhur dan mulia (Kej 1:26 dan Mzm 8) dan menganggap manusia sebagai alat termasuk alat produksi.
10. Bagaimanakah konsep/ visi sosok Y.B. Mangunwijaya di bidang arsitektur?
Humanisme arsitektur dengan pilihan ruang harus menjadi medan karya seorang arsitek, sehingga prioritas orang-orang kecil mendapatkan rumahnya atau lingkungannya yang membuat berkembang sebagai manusia.
Visi utama sosok arsitek humanis YBM ini terangkum dalam bukunya Wastu Citra.
Wastu adalah jiwa, roh kreatif penghidup kreasi manusia untuk mencari dan memperjuangkan yang benar (verum); yang indah asri (pulchrum) serta peziarah pelaku kebaikan (bonum). Semua ini harus terungkap dalam ekspresi karya yang menjadi gambar langsung (citra) dari kebaikan, kebenaran dan keindahan.
Dimensi I = humanisme, prioritas orang-orang kecil (kaum papa) mendapatkan rumahnya atau lingkungannya yang membuatnya berkembang sebagai manusia.
Dimensi II = bangunan harus mempunyai roh persaudaraan dan kasih (roh teologis = wastu) yang memberikan citra dari kebaikan, kebenaran dan keindahan.
Cahaya, rancangan jiwa dan visi mencitrakan sesuatu, tdk hanya dibangun dengan satu fungsional fisik saja.
Dimensi III= cita rasa peka sejarah
11. Bagaimanakah konsep rancang YBM dalam karya bangunan gereja?
1. Menjebol model gereja-gereja bangunan yang tertutup, bertembok, ekskusif dan tidak bersaudara dengan kanan-kiri
2. Wujud roh keimanan (persaudaraan kasih yang mrp citra kehadiran Allah sendiri) adalah diberi ruang sinar; cahaya matahari di ruangan samar-samar menjadi bayang-bayang dan bias-bias cahaya.
3. Selalu terbuka langsung berhubungan dengan kehidupan yang ada dan ruang depan sama dengan ruang nyata hidup manusia. Prosesnya = baru ketika masuk dari identitas ramai, fisik, hiruk-pikuk orang perlahan menuju proses samadi ke bayang-bayang cahaya yang merupakan pijar-pijar cahaya Tuhan sumber kehidupan sendiri.
4. Antara kesucian altar dan kesucian pasar dijembatani secara arsitektural dengan meniadakan batas antara rumah Allah dengan pasar kehidupan.
5. Corak bangunan menampilkan corak budaya setempat.
6. Sistem bangunan gereja Romo Mangun “berpihak” pada umat. Artinya, tata ruang altar dan umat dibuat dekat dan komunikasi antara pemimpin liturgy dan umat mudah terjalin.
12. Kajian filosofi atau teologis apakah yang mendasari konsep rancang gereja YBM?
1. Sikap hidup “ngopeni” yang terbuang Romo Mangun dengan dasar Injil Lukas 15:1-7 dan Yesaya 42:3 (terkristal menjadi humanisme arsitektur)
2. Yang menjadi terang itu adalah awam atau umat (awam pengembang dan imam penjaga atau matahari dan bulan) = Konsili Vatikan II yang memahami umat Allah yang dilahirkan bukan menurut daging, melainkan dari air dan Roh Kudus (LG 9).
3. Cita rasa peka sejarah diberi tempat dan dasar religius yang sangat dahsyat
4. Allah bukanlah Allah yang jauh dan menakutkan atau angker, sebagaimana ditampakkan dalam model bangunan gedung gereja yang “keramat” atau “angker”. Tuhan adalah Allah yang dekat dengan kita, yang kita omong-omongan dengan kita dan ingin memberikan hidup-Nya dengan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar