Mau tau soal arsitektur, arsitek, desain, interior, konstruksi?

Selamat Datang.......

selamat datang di dunia arsitektur dan interior...blog ini berisi tentang berbagai informasi seputar dunia arsitektur, desain, seni dan budaya. berbagai hal tentang teori desain bangunan dan lansekap juga diposting di blog ini. ulasan jejak rekam arsitek terkenal dan juga bangunan-bangunan hasil karyanya akan selalu dihadirkan di sini...so..check this out!!! selamat membaca...salam 

Selasa, 28 Juli 2009

MACLAINE POND & CERITA TENTANG POH SARANG

(by sebastian)


Maclaine Pont, Arsitek Puh Sarang lulusan Technische Hoogeschol di Delft ini dikenal sebagai salah satu arsitek kontroversial dari sekian banyak arsitek berkebangsaan Belanda di Indonesia yang berusaha merangkul iklim dan budaya masyarakat setempat. Lewat analisa ilmiahnya yang intensif ia mencoba menemukan identitas arsitektur Jawa ditinjau dari sudut pandang kaidah arsitektur "rasional" Barat, yang terekam dalam artikelnya "Javaansche Architectuur" pada tahun 1923. Ia menemukan bahwa bentuk dasar struktur arsitektur Jawa adalah struktur tenda, di mana beban atap ditopang langsung oleh tiang tanpa kuda-kuda, yang merupakan ciri atap Arsitektur Nusantara. Baginya, teknologi arsitektur tradisional layak dikategorikan ke dalam prinsip-prinsip arsitektur "modern". Itulah sebab terjadinya bentuk-bentuk unik pada bangunan gereja Puh Sarang ini.

Konsep Perancangan Gereja Puh Sarang

Perancangan Gereja Puh Sarang sangat kompromistis terhadap arsitektur lokal untuk mewadahi kegiatan "agama modern" yang belum lama dikenal oleh masyarakat waktu itu. Maka diciptakanlah konsep "kontekstual" untuk tujuan yang "baru", sehingga dapat menumbuhkan rasa kepemilikan (sense of belonging) umat terhadap gerejanya. Selain itu, bangunan ibadah itu sendiri dengan mudah berbaur dengan lingkungan sekitar untuk kemudian diakui sebagai milik bersama bagi warga sekitar. Dari bangunan Gereja Puh Sarang ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa arsitektur bukan sekedar bentuk dan fungsi sebagaimana dipercayai oleh para arsitek aliran modernisme. Bangunan seyogyanya berhubungan logis dengan lingkungan dan gaya hidup masyarakat setempat. Ilmu lokalitas inilah yang diterapkan dalam membangun gereja yang unik ini. 
 


Desain Kontekstual Gereja Puh Sarang
Gereja Puh Sarang terdiri dari 5 massa bangunan yang terdiri dari 2 bangunan utama serta 3 bangunan yang lebih kecil. Atap dari bangunan utama tempat altar berada berupa kubah (cupola) tenda yang diilhami oleh bangunan jaman majapahit hasil rekaman pada relief candi-candi yang dipelajari Pont. 
 
Altar dan dinding bangunan gereja penuh dengan relief hasil pahatan tangan manusia berbahan batu bata merah khas candi, yang masih dipertahankan sampai sekarang, dengan penambahan lapisan bahan pengawet untuk melindunginya dari kondisi cuaca lembab. Interiornya diolah dengan mengadopsi bentuk pura Bali dengan sistem pemasangan batu bata tradisional tanpa semen. Bata digosok sampai halus dengan campuran kapur, air, dan gula, sehingga bata saling menggigit tanpa adukan. Di sinilah letak persenyawaan antara desain Maclaine Pont dengan teknologi, bahan bangunan, kemampuan tukang lokal serta budaya setempat.
Bangunan pendapa, yang digunakan untuk menampung umat apabila daya tampung bangunan utama tidak mencukupi, menempel di bagian depan gereja. Umat duduk di lantai selama prosesi, yang merupakan perwujudan simbolisme dari sikap tubuh yang merendahkan diri. Ini pula kebiasaan duduk masyarakat Asia yang fleksibel memanfaatkan ruang tanpa perlu banyak perabot ruang. Bentuk atap pendapa ini mirip dengan atap bangunan Institut Teknologi Bandung yang juga dirancang oleh Maclaine Pont sebelumnya, dengan struktur tenda arsitektur Sunda Besar (arsitektur Nusantara) yang melambangkan bahtera Nuh. Sementara bangunan utama pusat berbentuk cupola menyimbolkan Gunung Ararat, tempat mendaratnya bahtera.
Perletakan massa gereja Puh Sarang mengadaptasi konsepsi kosmis Jawa yang berorientasi Utara - Selatan. Hal ini diterapkan mengingat Kediri pernah menjadi pusat kerajaan besar di tanah Jawa pada abad XII, juga riset Maclaine Pont mengenai arsitektur pada jaman Majapahit. Poros kompleks gereja diperkuat dengan penataan trap undak-undakan tanah, gerbang bergaya pura, serta penanaman pohon beringin di antara gereja dan gerbang. Bangunan tambahan berupa sepasang bangunan bujur sangkar di sisi kiri kanan muka kompleks, serta sebuah bangunan persegi panjang kecil di bagian Timur. Kompleks gereja Puh Sarang dikelilingi dengan dinding batu kali ekspos, memiliki pelataran berlapis batu alam serta taman yang dirancang bergaya khas Arsitektur Jawa / Bali. Demikian pula dengan menara lonceng yang disusun dari tumpukan batu menukik ke atas, sehingga berkesan alami dan membumi, seolah tumbuh dari dalam tanah. Suatu rekayasa bangunan untuk menghadirkan keselarasan antara karya budaya buatan tangan manusia dengan alamnya, dan sebaliknya perekayasaan lingkungan alami sedemikian rupa untuk bersimbiosis dengan arsitektur gereja.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Recent Readers

View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile
Web Hosting