Mau tau soal arsitektur, arsitek, desain, interior, konstruksi?

Selamat Datang.......

selamat datang di dunia arsitektur dan interior...blog ini berisi tentang berbagai informasi seputar dunia arsitektur, desain, seni dan budaya. berbagai hal tentang teori desain bangunan dan lansekap juga diposting di blog ini. ulasan jejak rekam arsitek terkenal dan juga bangunan-bangunan hasil karyanya akan selalu dihadirkan di sini...so..check this out!!! selamat membaca...salam 

Kamis, 23 Juli 2009

JEJAK-JEJAK WASTU CITRA ROMO MANGUN





Wisma Kuwera, Gang Kuwera, Mrican, Jogja

 Wisma Kuwera dikenal sebagai rumah kediaman Mangunwijaya yang cukup lama dihuni, dibangun secara bertahap atau lebih tepat disebut sebagai rumah tumbuh. Erwinthon mencatat bahwa Wisma Kuwera ini di’garap’ dari tahun 1986-1999. Letaknya di sebuah gang kecil di pusat kota Jogja. Tepatnya di Gang Kuwera, Mrican, Jogja. Saat ini Wisma Kuwera difungsikan sebagai Kantor Yayasan Laboratorium Dinamika Edukasi Dasar yang merupakan yayasan yang dilahirkan Mangunwijaya dengan SD Mangunan sebagai proyek eksperimental pengembangan pendidikan dasar.

1) Tektonika, Makna dan Ruang

 Wisma Kuwera ini memberikan pengalaman meruang dengan kualitas tektonis yang khas. Dari pertama kali masuk ke halaman depan saya dan mungkin juga orang lain yang berkunjung pertama kalinya akan mengungkapkan kesan bahwa wisma ini terdiri dari 2 buah lantai. Terlihat adanya jembatan yang menjadi penyambung antara massa bangunan di kiri dan kanannya. Namun ternyata dugaan tersebut salah ketika setelah memasuki dan mengelilingi beberapa ruang. Wisma ini ternyata lebih dari 2 lantai. story lantai/ plat lantai bukanlah story yang sejajar atau sama tinggi, tetapi saling tembus-menembus naik-turun mengatasi kontur tanah yang tak rata.
2) Konstruksi Dinding
 Karakteristik penyelesaian konstruksi dinding pada wisma kuwera ini adalah adanya ventilasi pada bagian atas pertemuan dinding dengan plafond. Sehingga terkesan bahwa dinding hanyalah sekat ruang yang tidak kaku. Ada tipe dinding setengah dari tinggi ruang, namun sebagian besar fungsi dinding di dominasi oleh pemakaian jendela yang lebar dan tinggi.
Karakteristik dinding pada wisma ini juga diwujudkan dengan sebuah elemen arsitektural yang berbeda-beda. Pondasi dapat menjadi dinding, atap dapat menjadi dinding, langit-langit dapat menjadi dinding. Kadang kita dibuat merenung atas dualisme fungsi elemen-elemen arsitektural yang ditampilkan secara visual oleh Mangunwijaya. 
3) Balok dan Kolom
Balok 
 Pada desain Wisma Kuwera ini, Mangunwijaya menggunakan papan kayu berdimensi 2 x 20 cm2 sebagai balok anak dan pada bagian balok induknya papan kayu 2 x 20 cm2 ini dibuat double dengan dijajarkan pada jarak 12 cm. Biasanya saya melihat penggunaan materi kayu dengan dimensi seperti ini sering digunakan sebagai lisplank. Tetapi di tangan Romo Mangun, papan kayu ini dirakit sebagai balok lantai. Balok lantai ini tersusun atas 2 lapis papan yang dipasang vertikal dan saling bersilangan tegak lurus. Pemakaian papan kayu sebagai balok lantai ini secara prinsip lebih ekonomis tetapi juga benar, bahwa pemasangan papan dengan posisi vertikal ini mempunyai kuat terhadap daya tekan yang besar.
Kolom 
 Kemudian pengamatan saya seakan mengalir menuju sambungan-sambungan pada balok lantai ini sehingga tiang kolom pun menjadi satu elemen yang tak luput dari pandangan saya. Pada salah satu kolom, setidaknya ada 2 material bahan dengan 3 jenis pengolahan dengan teknis pemasangannya. Pada bagian bawah terdapat semacam ‘kaki’ tiang kolom yang terbuat dari cor beton yang terhubung langsung dengan pondasi, 12x15cm2 dimensinya. Kaki tiang kolom ini pada beberapa desain bangunan cenderung punya lebar yang lebih besar, namun pada salah satu desain kolom ini terlihat rata dengan tiang kolom yang membebaninya. Saya belum tahu pasti ada hal apa yang akan disampaikan Mangunwijaya, namun dalam asumsi saya bahwa perpaduan 2 material bahan yang kontras antara alami dan artifisial ini adalah sebagai sebuah bahasa transisi untuk mengekspresikan kesan berat, pejal kestabilan tanah, lantai tegel bertekstur garis menuju ke kaki kolom beton dan kemudian menjulang ringan konstruksi tiang kolom kayu atau bahwa tiang kolom ini pada sambungan atau persentuhan pada elemen lantai perlu adanya penyelesaian transisional yang bisa diungkapkan dengan penggunaan material yang sama atau warna yang sama gelap atau terangnya. 
 Tiang kolom berdimensi 12 x 12 cm2 ini bermateri kayu yang dimodifikasi secara berselang-seling/ lebih tepatnya dijepit oleh 2 buah papan kayu berdimensi 2 x 20 cm2, ada semacam keinginan untuk membuat kolom ini tidak terkesan solid tetapi berongga-rongga saling tembus dan seirama dengan rongga-rongga yang diciptakan pada susunan balok-balok lantai. Pada tiang kolom kayu 12x12cm2 ini pada ke-4 sisinya diberi naad/ coakan, sepertinya selain sebagai ruang untuk kabel, Mangunwijaya tak mau permukaan tersebut hanya tampil polos saja atau membuat kayu tersebut seakan tampil ringan menjulang ke atas dengan penegasan garis vertikal pada bagian tengahnya.
4) Konstruksi Atap
 Pada atap wisma ini tidak memakai kuda-kuda, hanya serangkaian usuk dan reng yang diapit oleh anyaman bambu sebagai plafond dan ‘eternit’ yang terbuat dari lembaran kubus berdimensi ±40x40 cm2. lembaran ‘eternit’ ini dipasang secara diagonal, menyerupai sisik ikan, pada bagian ujungnya dijepit oleh lembaran seng yang dilipat keluar pada ujung-ujungnya.







5) Artikulasi Detail 
  Berikut ini beberapa pengolahan bahan pada detail yang dihasilkan oleh YB. Mangunwijaya
No Lantai Bukaan: pintu, jendela, roaster dll Plafond dan tekstur, umpak
 Kria Interior dan tangga
Lantai ubin cetak dengan tekstur garis diagonal. Kasar dan terlihat sangat sederhana
Roaster dengan metode cetak beton, finishingnya masih terlihat karakter beton yang terkesan cair dan bisa dibentuk secara dinamis. Kesan dinding lebih ringan.  
Plafond dari anyaman bambu. Bidang anyaman yang berupa segi empat tidak sama ukurannya, ada yang lebar dan sempit, sangat random. 
Tangga yang terbuat dari paduan bahan bambu utuh dan papan kayu. 
Finishing lantai dapur dari mozaik pecahan keramik. Dari sisa menjadi bernilai seni.
Bentuk jendela bulat dari kaca bening tanpa kusen bertengger diantara expose anyaman bata dan plesteran dinding. Kontras!
Salah satu hasil karya pahatan Mangunwijaya pada dinding. Mengingatkan pada kebudayaan membuat relief pada dinding. 
Sebuah meja hasil tenunan dan rangkaian balok-balok katu yang disusun daling overlap. Bahan sisa yang bernilai seni.
Lantai yang terbuat dari anyaman bambu bersanding dengan dinding (lagi) mozaik dari sisa kayu tripleks. Menyusun dan menganyam semakin mengentalkan ciri tektonika Mangunwijaya
 Jendela kaca lipat (atas) paduan antara bahan kayu, kaca bening dan kaca buram (kaca es). Membentuk pola tertentu yang tidak sama dimensinya. Sebuah permainan kontras antara halus kasar, gelap terang, besar-kecil, lebar-sempit secara bergantian. 
Plester dinding yang dipahat dengan pola tektur tertentu. Sederhana dengan permainan garis vertikal-horisontal dalam jarak atau sela yang bervariasi. 
Jembatan penghubung antar massa bangunan wisma kuwera. Dengan alas struktur bambu utuh mempunyai daya tekan yang baik karena tebal dan bentuk bulatnya
Paduan warna dari keramik yang dipasang tidak bersentuhan tetapi diberi nat yang cukup lebar. 
Jaluzi jendela yang pada umumnya disisipi dengan kaca tetapi diganti dengan bahan kayu
penyelesaian perpaduan anyaman dari 2 buah bahan bangunan yang sangat kontradiksi: papan kayu dan seng. Keduanya saling terajut secara horizontal dan vertikal. Kekokohan elemen vertikal diwakili kayu dan keluwesan horizontal diwakili oleh seng. Kekakuan kayu dan keluwesan seng dipadukan dengan jeli, seakan-akan seng yang lentur tersebut meliuk-liuk masuk disela-sela material kayu, bak hembusan angin yang menembus disela-sela rongga kayu tersebut. 
Tangga dari papan kayu yang anak tangganya dipasang secara zig-zag, sangat manusiawi jika dilihat dari gerakan langkah kaki manusia. 

6) Bentuk pondasi
 Ada 4 buah kerucut terpancung yang diekspos di semua sisinya karena bagian dalam ternyata, tanah yang lebih rendah tidak diurug tetapi dibuat ruang semi basement yang ditalud. Talud/ turap atau retaining wall dan dinding batu bata dibiarkan begitu adanya dengan pola anyaman seperti gedeg, tanpa sentuhan finishing plester-hanya di cat dengan warna merah untuk umpak, putih-merah pada batu bata dan hijau pada talud. Saya pikir disinilah pondasi utama dari wisma ini yang menggunakan umpak dengan dimensi 40 cm. Bentuk kerucut disini merupakan bentuk yang mampu menyalurkan beban dengan merata di setiap sisinya, bentuk yang plastis dan solid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Recent Readers

View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile
Web Hosting