Mau tau soal arsitektur, arsitek, desain, interior, konstruksi?

Selamat Datang.......

selamat datang di dunia arsitektur dan interior...blog ini berisi tentang berbagai informasi seputar dunia arsitektur, desain, seni dan budaya. berbagai hal tentang teori desain bangunan dan lansekap juga diposting di blog ini. ulasan jejak rekam arsitek terkenal dan juga bangunan-bangunan hasil karyanya akan selalu dihadirkan di sini...so..check this out!!! selamat membaca...salam 

Selasa, 11 Agustus 2009

Pluralisme Budaya


Pluralisme Budaya

Kota dan daerah pada dasarnya merupakan pengejawantahan budaya. Tom Turner (1996) menyebutnya dengan cultural-landscape, sebagai mosaik yang sarat dengan beraneka ragam karakter, sifat, kekhasan, keunikan, dan kepribadian. Karenanya, memahami sebuah kota atau daerah, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memahami budaya dari berbagai kelompok masyarakat dan pengaruh dari tata nilai, norma, gaya hidup, kegiatan dan simbol-simbol yang mereka anut. Jelas, yang paling rumit dan kompleks adalah memahami perkotaan.
Mengapa? Sebab, dalam setiap kota yang merupakan melting-pot selalu terdapat pluralisme budaya. Dalam kondisi demikian, sulit dihindari benturan budaya yang rentan menciptakan kompleksitas dan kontradiksi. Akibatnya, tata ruang kota juga terentang antara homogenitas yang kaku dengan heterogenitas yang kenyal. Suatu bentuk yang gampang pemeriannya, tapi sulit pengejawantahannya.

Kerumitan lain, khususnya di perkotaan, berkaitan dengan dinamika perkembangan kota. Penduduk kota selalu berubah dan bergerak yang seringkali susah ditebak. Karena itu pola tata ruang kota yang terlalu ketat dan kaku, tidak akan bisa tanggap terhadap perubahan.

Para perencana tata ruang kota mestinya mampu bersikap cerdas atau smart. Artinya, punya sensitifitas, memahami multi budaya, sadar, respek, dan toleran terhadap perkembangan sebuah kota.

Tanpa kepekaan seperti itu, bisa jadi kota-kota di Indonesia akan menjadi kota yang serba seragam, tidak memiliki jati diri, dan meninggalkan kepribadian, kekhasan atau karakternya. Keseragaman kota sudah pasti akan sangat membosankan.




Tentang Jasa Konstruksi



Undang – Undang Republik Indonesia 
Nomor 18 tahun 1999


I. Penjelasan Singkat Undang – undang Nomor 18 Tahun 1999
Undang–undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi membahas tentang deskripsi sebuah proyek jasa konstruksi pihak–pihak yang terlibat di dalamnya, tugas dan tanggung jawab mereka beserta setiap peraturan–peraturan yang berlaku di dalamnya. Dalam Undang–undang ini disebutkan bahwa jasa konstruksi merupakan layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Seperti di sebutkan di atas, jenis usaha konstruksi mencakup usaha perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan konstruksi, dalam hal ini ketiga jenis usaha tersebut melibatkan banyak pihak sesuai dengan perjanjian yang telah di sepakati. Usaha-usaha jasa konstruksi dapat berbentuk perseorangan atau badan usaha. Pekerjaan jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal dan elektrikal, tata lingkungan, masing–masing beserta kelengkapannya. 
Dalam usaha jasa konstruksi, terdapat persyaratan–persyaratan usaha tertentu yang sehubungan dengan keahlian dan ketrampilan dalam bidang konstruksi. Bahwa badan dan orang-perseorangan maupun tenaga kerja harus memiliki sertifikat persyaratan tersebut serta harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya dengan dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual. Usaha jasa konstruksi dapat dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah dan kecil serta usaha yang bersifat umum, spesialis dan ketrampilan tertentu.
Usaha jasa konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa, pengguna jasa dapat menunjuk wakil untuk melaksanakan dan membayarkan pekerjaan konstruksi yang didukung dengan sebuah dokumen pembuktian, sedangkan penyedia jasa yang terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi yang dilakukan secara terpisah dimana layanan jasa tersebut dilakukan secara terintegrasi dengan melihat besar pekerjaan, biaya, peralatan dan resikonya. Pengikatan hubungan kerja jasa konstruksi harus dengan cara pelelangan umum atau terbatas dan dengan cara pemilihan/penunjukan langsung. Sebagai pengikat, penyedia jasa harus membuat dokumen yang bersifat mengikat serta kontrak kerja konstruksi. Apabila terjadi pelanggaran atau pembatalan atau pengunduran diri maka pihak yang melakukan hal tersebut wajib dikenakan ganti rugi atau bisa dituntut secara hukum.
Pengaturan hubungan kerja yang harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi yang meliputi para pihak, rumusan pekerjaan, masa pertanggungan/pemeliharaan, tenaga ahli, hak dan kewajiban, cara pembayaran, cidera janji, penyelesaian perselisihan, pemutusan kontrak kerja, kegagalan bangunan, perlindungan pekerja, dan aspek lingkungan. Khusus mengenai kontrak kerja perencana harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Dalam penyelenggaraan konstruksi, penyedia jasa dapat menggunakan subpenyedia jasa yang berkeahlian khusus dan wajib memenuhi dan dipenuhi hak kawajiban masing-masing seperti yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi.
Kegagalan bangunan dinilai oleh penilai ahli, pengguna jasa dan penyedia jasa wajib mempertanggungjawabkannya terhitung sejak penyerang akhir pekerjaan.
Masyarakat mempunyai hak untuk melakukan pengawasan dan memperoleh ganti rugi yang layak atas kerugian akibat penyelengaraan pekerjaan konstruksi, serta berkewajiban untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam pekerjaan konstruksi.
Masyarakat jasa konstruksi (Forum Jasa Konstruksi ) terdiri dari unsur-unsur forum yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi serta mengembangkan peran masyarakat dan merumuskan pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan dalam mengembangkan jasa konstruksi nasional. Sedangkan pelaksanaan pengembangannya dilakukan oleh lembaga yang independen dan mandiri.
Pemerintah berperan dalam melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan (penerbitan UU dan standard teknis), pemberdayaan (hak, kewajiban, peran usaha jasa konstruksi dan masyarakat) dan pengawasan (jaminan ketertiban pekerjaan).
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
Masyarakat yang dirugikan akibat pekerjaan tersebut berhak menggugat ke pengadilan secara perorangan, kelompok orang, dan perwakilan. Dalam bentuk tuntutan tindakan, biaya dan tuntutan lain yang sesuai dengan UU kepada penyelenggara jasa.




Senin, 10 Agustus 2009

Virtual Regionalism

Virtual Regionalism by Robert Moric 
Is it possible to discuss regional architecture and the Northwest without mentioning technology? If regional design is an expression of the culture of a place, it would seem that technology would be an important component in Seattle - home of Microsoft and its many spin-offs. The high-tech industry has already had a direct impact on architecture in the region. The wealth created by Microsoft has built homes for new million- aires and financed major city projects including the new football stadium, the Union Station development, and the Experience Music Project. So what role can technology play in architecture besides bankrolling it? 
To most people, technology and the imagery associated with Northwest style appear to be inherently at odds. It's a clash between silicone and heavy timber, software and stone. This dichotomy seems to persist in theory, too. Kenneth Frampton suggests that one aim of critical regionalism is to resist the globalizing force wrought by technology. But rather than a reflex reaction against modernization, Frampton posits developing a critical stance toward technology. In this context, the term critical does not mean to find fault or be negative. Instead, to be critical - according to social and cultural historian Raymond Williams - means to develop an active and complex relationship with a situation and its context. 
Surprisingly - or perhaps not - the attitude toward technology evidenced in Bill Gates' new residence is highly uncritical. According to Gates in The Road Ahead, the main purpose of technology is to make a house "easier to live in," but upon closer examination it is obvious that entertainment is the only function fulfilled by technology in his own home. High-definition monitors situated throughout the house display movies, television programming, and digital paintings. However, not a single system makes the house more livable by taking care of domestic chores such as cleaning, cooking, or making the bed. Instead, the latest technological advances are primarily used to allure, seduce, and shock. This is analogous to an expensive Hollywood production resorting to the latest special effects in order to entertain. 
The Gates house automatically adjusts air temperature, lighting, music, and digital art as people move from room to room. This is based on personal data programmed into pins worn by family members and select guests. However, this technological application appears to diminish experience by inhibiting spontaneity and promoting the expected and mundane. In order for the system to function optimally, all deviations from the norm need to be eliminated and all activities need to be reduced to a set of predictable tasks that can easily be programmed. Something as unpredictable as a child can cause a glitch in the system. This leads to the inevitable question: will the system serve us or will we have to adjust to the system? 
Although he may not be as savvy about architecture as he is about software, it still seems strange that Gates would feel the need to cloak technology in familiar forms. Rather than expressing the latest technological advances, the reverse is true: technology is cleverly concealed in the Gates residence. At one point in the design process there was a failed attempt to make the screens of the high-definition monitors disappear by electronically displaying a wood grain pattern. As a compromise, monitors are hidden behind sliding wood panels. Throughout the Gates house familiar forms and materials are used to soften the disruptions caused by the numerous technological interventions. The architecture of the house is seductive and can easily be mistaken for regional if evaluated exclusively on its use of heavy-timber, wood finishes, and stone. However, regional architecture should be more than formalism; it should draw on the specificity of the site and local socio-cultural conditions. This points to the irony of using a regional architectural vocabulary as the primary expressive mode for the founder of Microsoft: a company whose hallmark is globalism. 
Another often cited component of Northwest architecture - and a stated goal for the design of the Gates house - is an image of harmony with the natural world. At first glance the huge complex appears to be sub- servient to the landscape by being dug into the side of the hill. Through technology, however, the house renders the site as simply another reference to the man-made. Banks of monitors conjure up idealized and exotic scenes more enticing than the views glimpsed through the windows. Consequently, one becomes insensitive to the natural beauty and idiosyncrasies of the site. By trying to be everywhere at all times it's possible to be nowhere at any particular time: site-less, therefore homeless. 
Even though individual architectural components of the Gates residence are impeccably conceived and executed, the overall design stops short of being successful since technology is treated autonomously. The design expresses a narcissistic view of architecture and technology by fetishizing each without adding significant value to either. Only by critically integrating architecture and technology can we begin to approach what Gilles Deleuze refers to as the machinic phylum: an overall set of self-organizing processes in which previously disconnected elements - man and machine or architecture and technology - reach a synchronous level of cooperation. While the Gates house may not have achieved its full potential, it is still a valuable addition to the discourse since successful experiments merely reinforce our beliefs, but unsuccessful ones force us to modify, to adjust, and to improve. 
Robert Moric holds a Masters in Architecture from Columbia University. He currently teaches and practices in Phoenix. 




Standar-Standar Permukiman



Standar-Standar Permukiman 

(by sebastian)

Kesehatan dan syarat-syarat kehidupan di daerah-daerah perkotaan tergantung kepada adanya berbagai macam perlengkapan dan pelayanan tertentu. Adapun perlengkapan–perlengkapan tersebut minimal sebagai berikut:
1. Air, listrik, gas
 Persediaan air bersih untuk keperluan minum, masak, mandi dan mencuci perlu ada dalam tiap- tiap rumah, dan juga di setiap tempat bekerja, pendidikan, rekreasi dan sebagainya.
2. Pembuangan kotoran dan air hujan
 Tiap-tiap rumah mempunyai kakus yang memenuhi persyaratan kesehatan, yaitu yang dihubungkan dengan septictank atau dengan sistem riool. Kakus seperti itu harus pula disediakan untuk keperluan umum dan di tempat- tempat yang banyak orang berkumpul. Suatu sistem pengaliran air, yang direncanakan dengan baik, harus disediakan untuk mengalirkan air kotor, air huja yang datang dari bangunan, pekarangan, jalan, dan sebagainya, dan untuk mencegah kebanjiran selama ada hujan lebat.
3. Penempatan- penempatan utilitas
 Saluran-saluran air dan gas serta listrik sering ditempatkan di bawah tanah, tetapi haruslah sedemikian rupa sehingga mudah dicapai bila perlu mengadakan pemeriksaan, penggantian, atau pembetulan. Saluran-saluran tersebut tidak boleh di tempatkan di bawah jalan- jalan yang diperkeras untuk menghindarkan gangguan- gangguan lalu lintas bila diperlukan pembongkaran. Apabila terpaksa dibuat melintang jala, dibuatlah lorong untuknya yang cukup besar untuk pemeriksaan.
4. Pembuangan sampah
 Berupa tong-tong kosong yang dapat ditutup dan mudah dibersihkan. Disediakan pula di pekarangan tiap rumah dan di pekarangan bangunan lainnya serta mudah dicapai dari jalan.

Selain itu, pada perumahan harus juga disediakan kebutuhan hidup penduduk sehari- hari seperti makanan, pakaian, pendidikan, rekreasi, dan sebagainya yang seluruhnya haruslah dalam jarak yang tidak terlampau jauh dari perumahan mereka. Adapun pelayanan- pelayanan masyarakat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Taman Kanak- kanak (4 - 6 tahun)
2. Lingkungan berbelanja di rukun kampung
Suatu lingkungan untuk berbelanja harus disediakan dalam tiap- tiap rukun kampung yang mudah dicapai dari tiap- tiap rumah, dan terdiri dari satu pasar/swalayan dan sejumlah toko-toko bersama dengan tempat perhentian bermacam- macam kendaraan :
 Pasar di Rukun Kampung
Pasar merupakan sebagian dari lingkungan tempat berbelanja suatu rukun kampung. Jumlah banyaknya petak penjualan diperhitungkan atas dasar, tiap 5 petak penjualan untuk tiap- tiap 1.000 orang penduduk. Luas tanah yang disediakan untuk keperluan pasar dalah sekuarang- kurangnya 500 m² untuk tiap 1.000 orang penduduk.
 Toko- toko di Rukun kampung
 Toko merupakan bagian daripada lingkungan berbelanja suatu rukun kampung. Jumlah toko diperhitungkan atas dasar tiap 5 toko untuk tiap – tiap penduduk. Jumlah tanah yang harus disediakan untuk keperluan ini sekurang- kurangnya 1000m² untuk tiap 1000 orang penduduk.
3. Balai Pertemuan
 Balai pertemuan digunakan untuk mengadakan pertemuan – pertemuan, hiburan, keperluan sosial dan keperluan pendidikan. Luas tanah yang diperlukan untuk balai pertemuan adalah minimum 250 m² untuk tiap 1000 orang penduduk.
4. Balai Kesehatan
 Balai kesehatan harus disediakan di tiap rukun kampung dan merupaka sebagaian daripada pusat lingkungan tetapi harus ditempatkan jauh dari tempat yang kotor dan bising seperti pasar, sekolah,dll. Balai kesehatan ini harus memiliki jalan masuk tersendiri dan dilengkapi dengan ruang tunggu, ruang periksa, KM/WC, tempat parkir ,dan sebagainya. Luas tanah yang diperlukan untuk balai kesehatan ini adalah seluas 200 m² untuk tiap 1000 orang penduduk.
5. Musholla atau Masjid
 Minimal satu musholla atau masjid harus disediakan dalam tiap rukun kampung dan harus merupakan bagian dari pusat lingkungan kediaman. Disamping memperhatikan syarat-syarat keagamaan, syarat- syarat lain harus pula diperhatikan, seperti letaknya harus jauh dari tempat- tempat ramai. Luas tanah minimal yang harus disediakan untuk keperluan tersebut adalah 250 m² untuk tiap 1000 orang penduduk.
6. Rekreasi dan daerah hijau
 Taman di rukun kampung
 Harus disediakan sebuah taman di rukun kampung. Luas tanah yang diperlukan didasarkan atas perhitungan sekurang- kurangnya 3000 m² untuk tiap 1000 orang penduduk.
 Tempat bermain
 Tempat bermain disediakan untuk anak- anak kecil yang belum bersekolah dan harus pula disebarkan secara merata diseluruh daerah kediaman dalam suatu rukun kampung serta harus berada dalam jarak yang tidak boleh lebih dari 0,5 km dari tiap- tiap rumah. Jumlah luas tanah yang diperlukan diperhitungkan berdasarkan minimal 1000 m² untuk tiap 1000 orang penduduk, masing- masing berukuran minimal 500 m².




Arsitektur Postmodern




Awal Lahirnya Postmodern
Pada tahun 1960-an merupakan titik balik dari jatuhnya Arsitektur Modern. Pada era moderen tersebut timbul protes dari para arsitek terhadap pola-pola yang monotis karena pada dasarnya arsitektur modern berkesan monoton (kebanyakan bangunan tersebut berbentuk kota-kotak). Oleh karenanya, maka lahirlah aliran baru yaitu aliran postmoderen.
Postmodern
Sebelum memahami apa itu arsitektur postmodern sebaiknya kita pahami dulu pengertian dari postmoderen itu sendiri.

Postmodern adalah:

- Paradox, sesudah sekarang.

- Yang kemudian, sesudah sagala waktu.

- Keinginan hidup di luar.

- Pengikat waktu lampau, sekarang, akan datang.

- Lanjutan moderen dan turunannya.
Arsitektur Postmodern
Arsitektur Postmoderen adalah:
- Menembus batas, melewati spesies.
- “Meninjau masa lalu”.
- Meninjau masa datang dengan ironi
- Arsitektur yang menyatukan seni dan ilmu.
- Koreksi dari kesalahan arsitektur moderen.
- Arsitektur yang melepaskan diri dari aturan moderenisme.
- Anak dari arsitektur moderen.
- Regionalisme yang mengganti internasionalisme.
- Representasi fiksional yang menggantikan bentuk geometris.
- Representasi fiksional untuk menunjukkan eksklusivitas bangunan dalam istilah fungsi dan bekerja dalam seni bangunan.

- Bukan simbol dari mesin dan konstruksi sebagai bagian dari proses arsitektur, namun terdiri dari semua tanda terdekat dari desain yang berurutan.

- Keindahan dan estetika menggantikan teknologi, menggambarkan dunia imajinasi lebih untuk membawa kepada dunia baru yang lebih berani.

- Berusaha mengembalikan ingatan masa lalu , mengekploitasi sejarah untuk menimbulkan efek-efek yang lebih menarik.

- Dapat melihat bangunan lebih relatif dengan aspek sejarah, regional, serta memberikan penghargaan yang lebih pada lingkungan.

- Menyangkal referensi sendiri yang dapat menemukan style dari moderen.

- Membangun cita rasa keindahan baru yang jauh dari realitas hidup, fiksi lebih baik dari fungsionalitas.

Secara garis besar era arsitektur postmoderen dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu:

- Arsitektur Purna moderen.

- Arsitektur Pasca moderen dibagi menjadi:

o Late moderen.

o Neomoderen.

o Dekonstruksi.

 Ciri-ciri arsitektur postmoderen adalah:

- Berdasar seni dan ilmu.

- Mempunyai makna (simbolik).

- Eklektikisme (campuran).

- Plural.

- Proses komunikasi /bahasa.

- Me-lokal.

- Ruangan dan bentuk membentuk arsitektur.

Mazhab /Ajaran pada Arsitektur Postmodern
Menurut Charles A. Jencks ada 6 mazhab tentang perkembangan arsitektur yang menyimpang dari fungsionalisme yaitu:

1. Historiscism

Merupakan aliran yang ingin tetap memunculkan komponen bangunan dari komponen klasik.

   

2. Straight Revivalism

Aliran ini sulit menghilangkan langgam yang sudah ada di masyarakat sejak lama seperti renaissance, gothic, islamic.

 

3. Neo Vernacular

Produk bangunan ini tidak menerapkan prinsip bangunan vernakular dengan murni, melainkan menampilkan karya baru (mengutamakan penampilan visual).

 

4. Urbanist

Mempunyai 2 ciri khusus yaitu:

o Ad-hoc

Penambahan komponen baru pada proses pengembangan perancangan tanpa memikirkan posisi dan lokasi yang tepat.

o Kontekstual

Berusaha melayani aspirasi ideal masyarakat, desainnya mengitari lingkungan sekitar.

 

5. Metaphor

Desain mengambil bentuk alam yang fungsional. Berupa referensi yang tersamar.

 

6. Postmoderen Space

Difokuskan pada rancangan spatial interpenetration, di mana dua atau lebih ruang dapat digabung secara overlap dan saling bertemu. Aliran ini mencoba mendefinisikan ruang lebih dari sekedar ruang abstrak dan menghasilkan arti ganda, keanekaragaman dan kejutan.

 

Menurut Robert A.M. Stern makna yang terkandung dalam arsitektur postmoderen adalah:

- Kontekstualism

Desain bangunan dibuat dengan desain bangunan lingkungan sekitarnya, misal dalam bentuk warna dan ukuran.

- Allusionism

Desain arsitektural yang memasukkan unsur sejarah arsitekturnya. Misal sejarah bangunan lama dilibatkan dalam desain bangunan baru.

 




Minggu, 09 Agustus 2009

Aksesibilitas dalam Arsitektur




Aksesibilitas dalam Arsitektur

(by sebastian)

Hingga saat ini pembangunan gedung-gedung di Indonesia sebagian besar cenderung belum mencerminkan keadilan bagi semua orang (semua pengguna). Banyak Bangunan gedung yang belum dapat digunakan oleh kelompok masyarakat yang memiliki kecacatan atau keterbatasan kemampuan fisik.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG) yang disahkan pada tanggal 16 Desember 2002 terdiri dari 10 bab dan 49 pasal. Sebagai suatu pedoman umum, undang-undang ini mengatur tentang ketentuan bangunan gedung yang meliputi fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan serta sanksi yang dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya bagi kepentingan masyarakat yang berperi kemanusiaan dan berkeadilan.
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat / diffable ( Diferent Ability ) guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Setiap manusia yang diciptakan tidaklah selalu diberi kesempurnaan fisik, baik yang dibawa sejak lahir maupun pada saat perjalanaan hidupnya. Berdasarkan hal tersebut maka setiap bangunan haruslah memperhatikan elemen-elemen aksesibilitas sehingga bangunan tersebut mampu digunakan oleh semua kalangan.
Kawasan wisata sebagai salah satu tempat rekreasi haruslah bersifat universal dan mampu menjadi wadah bagi setiap orang mulai dari orang normal hingga orang yang memiliki kemampuan terbatas / diffable.Oleh karena itu harus memperhatikan asas-asas aksesibilitas yaitu :
a. KEMUDAHAN, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. 
b. KEGUNAAN, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. 
c. KESELAMATAN, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang. 
d. KEMANDIRIAN, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
 Perencanaan dan perancangan dalam tugas aksesibilitas ini menitikberatkan pada elemen-elemen aksesibilitas pada kawasan taman Sriwedari Surakarta yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, nyaman dan mudah dicapai bagi setiap orang termasuk kaum diffable yang berada di kawasan Sriwedari yang dirasa kurang memenuhi standart aksesibilitas. Berbagai fasilitas bagi kaum diffable perlu direncanakan sebaik mungkin sehingga dapat menciptakan lingkungan binaan yang aksesibel dan mendukung terwujudnya kemandirian kaum diffable dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.




PASAR LEGI SURAKARTA


PASAR LEGI SURAKARTA

Pasar Legi merupakan salah satu dari kelompok perdagangan bagi kota Surakarta, yang mana Pasar Legi ini letaknya sangat strategis yaitu terletak di sebelah utara stasiun kereta api Solo Balapan. Merupakan gerbang wisatawan dagang ke Surakarta dan di sebelah timur merupakan Monumen Nasional yang merupakan Grand Space bagi kota Surakarta. Dan sebelah selatan adalah obyek wisata Mangkunegaran yang merupakan kraton peninggalan sejarah. Di sebelah barat adalah stasiun Radio Nusantara II Surakarta. Dengan letaknya yang sangat strategis ini maka kawasan Pasar Legi menjadi ajang perdagangan yang sangat ramai baik bagi perdagangan kota naupun kaki limanya. Kaki lima timbul karen aletak dan potensial daerah ini sangat strategis.
Letak kawasan Banjarsari ini sangat strategis karena potensi-potensi yang ada antara lain :
- Di sebelah utara terdapat Stasiun Solo Balapan, yang merupakan pintu gerbang utama wisatawan datang ke Surakarta.
- Di sebelah selatan terdapat obyek wisata Mangkunegaran, merupakan keraton peninggalan sejarah.
- Di sebelah timur terdapat Monumen Juang ’45 Banjarsari, merupakan open space bagi kota Surakarta.
- Di sebelah barat terdapat Rri Nusantara II, merupakan radio bersejarah bagi masyarakat Surakarta.




Graha Busana dan Mode


Sejarah Graha Busana dan Mode
Berbicara tentang mode busana dengan segala pemikirannya, orang akan selalu teribgat kota Paris. Kota yang dianggap sebagai barometer setiap perancang dunia. Sejak dulu diakui bahwa kalau orang bicara tentang pakaian, Paris masih yang terbaik, terutama pakaian wanita. Eksistensi Paris sebagai salah satu pusat mode dunia, berkaitan erat dengan sejarah panjang negara Perancis yang berhubungan dengan dunia fashion.
Dunia mode lahir dan berkembang di istana raj-raja di Eropa. Namun yang paling menonjol adalah dari istana Kerajaan Perancis sekitar tahun 1661, yaitu ketika raja Louis XIV berkuasa. Raja ini mempunyai hobi berdandan dan bahkan rela mengubah cara berbusana para pengikutnya dari kalangan bangsawan sampai ke anak cucu mereka. Kemewahan dalam berpenampilan dijadikan semacam kewajiban bagi para penghuni istana. Penggunaan barang-barang mewah seperti sulaman, sutra, renda, kaos kaki sutra, sepatu tumit tinggi untuk pria serta penggunaan rambut palsu dipaksakan untuk menjadi trend.
Negara-negara Eropa lainnya pun tak mau kalah mewah dan mulai berlomba-lomba ikut mengubah penampilan. Karakter dunia mode merupakan salah satu program kerajaan, maka urusan ini diorganisasi oleh salah satu badan pemerintah khusus. Setiap pakaian resmi upacara dirancang dan dibuat oleh ahli. Dari sinilah kemudian tumbuh Rumah Mode pertama di 7 Rue de la Paix, Paris, yang lalu diikuti dengan tumbuh dan berkembangnya rumah-rumah mode di negara-negara Eropa lainnya.
Demikianlah rumah mode akhirnya berkembang sehingga kini tidak hanya Paris saja yang bisa disebut sebagai pusat mode di dunia, melainkan juga London, Milan serta institut teknologi di New York. Selama ini, Milan sebagai kota industri di Italia mendapat kesempatan pertama menggelar busana tahunan para stylistnya. Paris, London, Milan dan kota lainnya saling bersaing dalam menggelar parade trend tahunannya.

Kegiatan dalam Rumah Busana dan Mode di Eropa
Tiap perancang mempunyai spesialisasi tersendiri dalam desain sesuai dengan karakter perancang bersangkutan. Untuk itu para perancang mempunyai rumah-rumah mode sendiri yang berfungsi sebagai toko (butik), workshop maupun perpaduan antara keduanya, sehingga dia dapat bekerja dan memasarkan hasil rancangannya. Tiap tahun rumah-rumah mode di Paris, London dan Milan berlomba-lomba untuk memamerkan koleksi/rancangan terbarunya dalam peragaan busana. Peragaan tersebut diselenggaakan besar-besaran dengan mengundang tamu-tamu penting dan wartawan dari berbagai media di seluruh penjuru dunia.
Selain mengadakan peragaan besar-besaran, rumah-rumah mode yang ditujukan bagi kalangan atas di luar negeri tersebut juga sering mengadakan peragaan busana kecil-kecilan. Peragaan busana dalam butik-butik tersebut berupa peragaan on the floor yang merupakan bagian dari pelayanan kepada konsumen. Jadi apabila konsumen berminat pada suatu busana, pihak penjual akan memperagakan busana tersebut.

Sejarah dan Perkembangan Rumah Mode di Indonesia
Sejarah dan Perkembangan Rumah Mode di Indonesia, dapat dimulai dari perkembangan dunia busana di Batavia tahun 30an. Para bangsawan, pejabat dan kaum bidang lainnya membuat pakaian dengan mengundang penjahit ke rumahnya, dengan melihat majalah mode sebagai salah satu sumber aspirasinya. 
Sebelm Jepang datang ke Indonesia, ada seorang wanita Belanda yang memberi kursus jahit, yaitu Vicky Mook. Memasuki masa pendudukan Jepang (1942-1945), kehidupan dirasakan susah sekali sehingga para wanita menjual kebayanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian banyak wanita yang memakai jurk.
Pada masa tahun 50an perkembangan mode di Jakarta semakin maju, meskipun waktu itu belum dikenal adanya istilah butik, desainer, toko-toko pakaian selain menjual pakaian juga menerima pesanan untuk pakaian wanita dan anak-anak. Pada waktu itu hanya digunakan istilah modiste. Namun pada masa itu juga, muncul Joyce Mouthaan, seorang wanita Ambon berdarah Indo, telah menggunakan onwerper/creatur, mempromosikan katun halus bercorak maupun polos buatan dalam negeri, juga merupakan orang pertama yang mengadakan show-shoe. Kemudian muncul Non Kawilarang yang dsudah dikenal sebagai seorang pencipta busana yang mempunyai toko Sri Fatma di Metropole.
Peragaan busana untuk menggelar rancangan para desainer yang menjamur seperti sekarang ini juga telah dilakukan pada era itu. Mode show dilakukan secara berkala di Gelanggang Dagang Wanita dekat Press Club di sebelah Utara Monas. Pada tahun 1957-1965, Glamour School, sebuah sekolah yang melahirkan model-modek handal sangat membantu kebutuhan para desainer untuk memperagakan koleksi mereka. Peragaan busana yang digelar juga tidak terlepasa dari trend busana yang tengah berlangsung di Eropa.
Kemudian tahun 1969, muncul sebuah wadah orang-orang yang berprofesi perancang busana yaitu PAPMI (Perhimpunan Ahli Perancang Mode Indonesia) untuk dapat lebih mengembangkan dunia permodelan di Indeonesia. Kemudian muncul majalah Femina yang mempunyai fokus besar dalam bidang mode. Setiap tahunnya, Femina mengadakan Lomba Perancang Mode yang merupakan ajang lahirnya perancang-perancang muda berbakat yang besar sumbangannya bagi industri sandang di Indonesia.




PENGERTIAN ARSITEKTUR REGIONALISME DIMATA ARSITEK


KONSEP DAN PRINSIP RANCANG 
PEMIKIRAN PARA ARSITEK TERHADAP
 ARSITEKTUR REGIONALISME


Secara geografis, setiap wilayah/region memiliki ciri kedaerahan yang berbeda-beda, bergantung pada budaya setempat, iklim dan teknologi yang ada. Karenanya, setiap arsitek di berbagai daerah di seluruh dunia pun memiliki pemikiran tersendiri atas sebuah teori regionalisme. Regionalisme bukan sebuah gaya, melainkan sebuah aliran pemikiran tentang arsitektur1.
 William Curtis
Seorang sejarahwan Willian Curtis melihat Regionalisme dalam arsitektur sebagai respon alami terhadap hegemoni Barat yang berusaha menciptakan suatu arsitektur yang lunak dan mirip (serupa) didalam pengembangan pusat-pusat urban (kota) yang sangat cepat di Dunia Ketiga. William Curtis yang merefleksikan jalan pemikiran ini, mencatat bahwa disana ada momentum pertemuan suasana hati yang menolak reproduksi yang fasih menurut formula internasional dan yang sekarang mencari kontinuitas di dalam tradisi lokal.2
 Rapoport
  Rapoport menyatakan bahwa Regionalisme meliputi “berbagai tingkat daerah” dan “kekhasan”, dia menyatakan bahwa secara tidak langsung identitas yang diakui dalam hal kualitas dan keunikan membuatnya berbeda dari daerah lain. Hal ini memungkinkan mengapa arsitektur Regional sering diidentifikasikan dengan Vernakuler, yang berarti sebuah kombinasi antara arsitektur lokal dan tradisional ( asli ).
 Frampton ( dalam bukunya Modern Architecture and the Critical Present, 1982 )
Regionalisme tidak bermaksud menunjukkan Vernakuler sebagai suatu hasil hubungan interaksi iklim, budaya, dan hasil karya manusia, akan tetapi lebih pada mengidentifikasikan Regional yang tujuannya telah dihadirkan kembali dan disediakan dalam jumlah tertentu. Regionalisme tertentu, pendefinisiannya pada hasil eksplisit atau implisit antara masyarakat dan pernyataan arsitektural, maka antara kondisi awal ekspresi regional tidak hanya kemakmuran lokal tetapi juga rasa yang kuat akan identitas. 

 Peter Buchanan
( dalam bukunya The Architectural Review, Mei 1983 ) 
Regionalisme adalah kesadaran diri yang terus menerus, atau pencapaian kembali, dari identitas formal atau simbolik. Berdasar atas situasi khusus dan budaya lokal mistik, regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan rasional dan umum arsitektur modern. Seperti budaya lokal itu sendiri regionalisme lebih sedikit diperhatikan dengan hasil secara abstrak dan rasional. Dan lebih dengan penambahan fisik, lebih dalam dan nuansa pengalaman hidup 
 Rory Spence
  Dalam sebuah artikel yang berjudul “ The Concept of Regionalism Today : Sydney and Melbourne considered as contrasting phenomena “ ( Transition : Discourse on Architecture, July 1985 ), Rory menyatakan bahwa :
Regionalisme dalam arsitektur merupakan bagian dari seluruh pengarahan kembali atas kualitas hidup, sebagai penentangan terhadap penghapusan paham perluasan ekonomi dan kemajuan material dalam hal pembiayaan. Hal ini lebih memusatkan perhatian pada para pengguna bangunan daripada penyediaan perluasan ekonomi dan material. Seharusnya hal ini juga dibedakan dengan jelas dari keraguan yang berlebihan atas sebuah konsep arsitektur nasional.
 Chris Abel, dalam Perubahan Regional ( The Architectural Review, November 1986 ) menyatakan bahwa :
Regionalisme berusaha untuk melihat kembali arsitektur Modernisme yang nampak, yaitu secara berkesinambungan dalam memberi tempat antara bentuk bangunan masa lalu dengan masa sekarang.
 Kenza Boussora (Algeria)
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Boussora dapat disimpulkan bahwa tujuan dari regionalisme, dalam beberapa kasus, kemunculannya tidak dapat diterapkan, karena adanya ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara tujuan dan hubungan secara khusus yang mana sebuah bangunan didirikan. Boussora mengambil contoh-contoh permasalahan di Algeria yang mana tidak sesuai dengan tujuan dari regionalisme. Dua diantaranya adalah seperti yang disebutkan dibawah ini: 
 Bagaimana untuk mencapai keselarasan (kesesuaian) dengan sumber-sumber dimana tidak mencukupi untuk merespon kebutuhan dengan cepat bagi penyediaan perluasan bangunan.
 Sebagian besar proyek digambarkan dalam literatur pada regionalisme sebagai sebuah bangunan kecil terutama bangunan individu dalam plural area. Masalahnya bahwa arsitektur modern telah mencoba untuk memecahkan permasalahan yang ada di Algeria; yaitu, bagaimana menyediakan sejumlah besar tipe-tipe bangunan yang berbeda, bagian-bagian rumah secara cepat dan rendah biaya pada penyediaannya
 Tan Hock Beng, dalam bukunya Tropical Architecture and Interiors : Tradition-Based design of Indonesia-Malaysia-Singapore-Thailand ( 1994) menyatakan bahwa : 
Regionalisme dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran untuk membuka kekhasan tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim, kemudian melahirkan identitas formal dan simbolik ke dalam bentuk kreatif yang baru menurut cara pandang tertentu dari pada lebih berhubungan dengan kenyataan pada masa itu dan berakhir pada penilaian manusia. Hanya ketika kita mengenali bahwa tradisi kita merupakan sebuah warisan yang berevolusi sepanjang zaman akan dapat menemukan keseimbangan antara identitas regional dan internasional. Para arsitek perlu untuk memutuskan prinsip yang mana masih layak untuk saat ini dan bagaimana cara yang terbaik untuk menyatukan metode persyaratan untuk bangunan modern dan metode konstruksi pada umumnya.
Pada kenyataannya ada beberapa pandangan yang jelas sekali dan ada yang tidak jelas.
Pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada “pandangan identitas” ( Frampton, dan Buchanan ). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan menerima tekanan modernisme yang menciptakan “universalism” (Buchanan); melalaikan “kualitas kehidupan” (Spence) atau “jiwa ruang”(Yang); dan mengambil “kesinambungan” (Abel). Arsitektur tradisional tidak menyatu dalam desain modern. Karena arsitektur tradisional mungkin memiliki karakteristik sendiri untuk setiap wilayah; menciptakan kualitas kehidupan ‘terbaik’ dalam sebuah masyarakat tradisional dan menjadi sangat responsif atas kondisi geografis dan iklim dalam suatu tempat tertentu; dan menunjukkan sebuah kesinambungan dalam hasil karya arsitektural dari masa lalu ke masa kini. Tapi bukanlah suatu cara yang sederhana untuk mengangkat arsitektur tradisional. Pengangkatan arsitektur tradisional ke dalam desain modern membutuhkan pengertian yang luas dan terbuka atas budaya internasional (Chardirji).  
Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat disimpulkan sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini dapat diterima untuk segala jaman, yaitu definisi menurut Tan Hock Beng.
Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat diklasifikasikan dalam 6 strategi regionalisme, yaitu :
1. Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkan tempat/daerah dan iklim.
2. Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk baru yang lebih kreatif.
3. Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.
4. Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan internasional.
5. Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini (aktual).
6. Menggunakan tuntutan-tuntutan teknologi modern, dari hal yang tradisional digunakan sebagai elemen-elemen untuk langgam modern.




REGIONALISME KONSEPTUAL


REGIONALISME KONSEPTUAL

II.1 PENGERTIAN REGIONALISME KONSEPTUAL
  Secara umum, prinsip regionalisme adalah suatu aliran yang mencoba memunculkan ciri khas/identitas regional (daerah/lokal), dimana identitas ini dahulu sempat hilang akibat perkembangan Arsitektur Modern.
  Regionalisme  berasal dari kata “ Region”
 To Rule (aturan) dalam suatu region 
  Regionalisme merupakan salah satu langgam arsitektur era pasca modern yang cenderung menonjolkan unsur-unsur lokal dari suatu tempat (daerah) dimana sebuah bangunan itu didirikan. Konseptual adalah teori-teori atau prinsip dasar yang selalu dipakai dalam merencanakan dan merancang sebuah desain bangunan.
Jadi Regionalisme Konseptual adalah suatu proses perencanaan dan perancangan suatu karya arsitektural yang selalu menggunakan teori-teori atau prinsip dasar atau konsep berdasarkan langgam arsitektur era pasca modern yang cenderung menonjolkan unsur-unsur lokal dari suatu tempat (daerah) dimana sebuah bangunan itu didirikan.
 Regionalisme sebagai salah satu mazab yang dikembangkan dalam arsitektur post modern dikenalkan oleh Henri Klotz dalam bukunya “The History of Post Modern”, merupakan salah satu solusi sebagai protes atas modernisme atau International Style, yang cenderung menonjolkan unsur-unsur lokal sari suatu tempat (daerah) dimana sebuah bangunan itu didirikan. Regionalisme merupakan usaha menggabungkan arsitektur tradisional dan modern serta mempresentasikan arsitektur ideal yang dominan pada suatu wilayah budaya (lokal). Regionalisme diartikan sebagai “cultural landscape” yang pada dasarnya bukan hanya arsitekturnya saja tetapi juga keadaan fisik, budaya masyarakat, alam yang dapat memunculkan identitas regional. Regionalisme berkembang di Asia dan negara Islam diperkirakan sekitar tahun 80an dengan menonjolkan identitas lokasl daerah masing-masing.

II.2 REGIONALISME SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF
 Bermula dari munculnya arsitektur modern yang berusaha meninggalkan masa lampaunya, menungggalkan ciri serta sifat-sifanya. Muncullah usaha untuk “mempertautkan” antara yang lama dan yang baru. Aliran-aliran tersebut antara lain tradisionalisme, post modernisme dan regionalisme.
 Tradisionalisme timbul sebagai reaksi terhadap tidak adanya kesinambungan antara yang lama dan yang baru, merupakan peleburan/penyatuan antara yang lama dan yang baru, sedangkan post modernisme berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal.
 Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960. Sebagai salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri kedaerahan, terutama tumbuh di negara berkembang. Ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim dan teknologi pada saatnya. 
Regionalisme ada dua macam, yaitu:
 Concrete Regionalism
Yaitu pendekatan kepada ekspresi daerah atau regional dengan mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya atau seluruh bangunan di daerah tersebut. Bangunan tersebut akan dapat diterima dalam bentuknya yang baru dengan memperhatikan nilai-nilai yang melekat pada bentuk aslinya dan tetap mempertahankan kenyamanan pada bangunan baru ditunjang oleh kualitas bangunan lama.
 Abstract Regionalism
Yaitu menggabungkan unsur-unsur kualitas abstrak bangunan misalnya massa, padat dan rongga, proporsi, rasa meruang, penggunaan pencahayaan dan prinsip-prinsip struktur dalam bentuk yang diolah kembali.
• Responsive dari iklim, didasarkan pada pendekatan klimatologi (iklim) muncul bangunan/elemen yang spesifiknuntuk mengoptimalkan bangunan yang responsive terhadap iklim
• Pola pola budaya/perilaku, sebagai penentu tata ruang, hirarki, sifat ruang yang dipakai untuk membangun kawasan agar sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat tersebut
• Ikenografik (simbol-simbol), memunculkan bangunan-bangunan modern yang baru tapi menimbulkan representasi (simbol masyarakat) makna-makna yang sesuai/khas
 Menurut William Curtis, regiolisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan yang bersifat badi, melebur atau menyatukan antara yang lama dan yang baru, antara regional dan universal. Lama dalam kaitan di sini arsitektur masa lampau atau tradisional, sedangkan baru berarti arsitektur masa kini atau arsitektur modern. Arsitektur tradisional mempunyai lingkup regional, sedangkan arsitektur modern mempunyai lingkup universal. Dengan demikian yang menjadi ciri utama Regionalisme adalah menyatunya arsitektur tradisional dengan arsitektur modern.




SEKILAS MENGENAI ARSITEKTUR POST MODERN




SEKILAS MENGENAI ARSITEKTUR POST MODERN

I.1 PENGERTIAN POST MODERN
Postmodern bisa dimengerti sebagai filsafat, pola berpikir, pokok berpikir, dasar berpikir, ide, gagasan, teori. Masing-masing mengherankan bila ada yang menggelarkan pengertian sendiri tentang dan mengenai Postmodern, dan karena itu tidaklah mengherankan bila ada yang mengatakan bahwa postmodern itu berarti ‘sehabis modern’ (modern sudah usai); ‘setelah modern’ (modern masih berlanjut tapi tidak lagi populer dan dominan); atau yang mengartikan sebagai ‘kelanjutan modern’ (modern masih berlangsung terus, tetapi dengan melakukan penyesuaian/adaptasi dengan perkembangan dan pembaruan yang terjadi di masa kini).

I.2 INTERPRETASI ARSITEKTUR POST MODERN
Arsitektur Postmodern tidak dapat dipisahkan dengan Arsitektur Modern karena Arsitektur Post Modern merupakan :
1. Kelanjutan Arsitektur Modern
2. Reaksi terhadap Arsitektur Modern
3. Koreksi terhadap Arsitektur Modern
4. Gerakan melengkapi dari apa yang masih belum terpenuhi dalam arsitektur modern
5. Menyodorkan alternatif sehingga arsitektur tidak hanya satu jalur saja
6. Memberi kesempatan untuk menangani arsitektur dari kemungkinan-kemungkinan, pendekatan-pendekatan dan alternatif-alternatif yang lebih luas dan bebas
Dengan demikian mempelajari arsitektur Post Modern tidak bisa tanpa melalui Arsitektur Modern karena Arsitektur Post Modern merupakan langkah atau tindak lanjut terhadap evaluasi yang dilakukan mengenai arsitektur Modern.
Arsitektur Post Modern merupakan arsitektur yang telah melakukan feedback/umpan balik terhadap Arsitektur Modern.

I.3 POKOK-POKOK PIKIRAN ARSITEK POST MODERN
Pokok-pokok pikiran yang dipakai arsitek Post Modern yang tampak dari ciri-ciri di atas berbeda dengan Modern. Di sini akan disebutkan tiga perbedaan penting itu.
1. Tidak memakai semboyan Form Follows Function 
Arsitektur posmo mendefinisikan arsitektur sebagai sebuah bahasa dan oleh karena itu arsitektur tidak mewadahi melainkan mengkomunikasikan.
2. Fungsi (bukan sebagai aktivitas atau apa yang dikerjakan oleh manusia terhadap arsitektur)
Yang dimaksud dengan ‘fungsi’ di sini bukanlah ‘aktivitas’, bukan pula ‘apa yang dikerjakan/dilakukan oleh manusia terhadap arsitektur’ (keduanya diangkat sebagai pengertian tentang ‘fungsi’ yang lazim digunakan dalam arsitektur modern). Dalam arsitektur posmo yang dimaksud fungsi adalah peran dan kemampuan arsitektur untuk mempengaruhi dan melayani manusia, yang disebut manusia bukan hanya pengertian manusia hanya pengertian manusia sebagai makhluk yang berpikir, bekerja melakukan kegiatan, tetapi sebagai manusia sebagai makhluk yang berpikir, bekerja, memiliki perasaan dan emosi, makhluk yang punya mimpi dan ambisi, memiliki nostalgia dan memori. Manusia bukan manusia sebagai makhluk biologis tetapi manusia sebagai pribadi.
Dalam posmo, perancangan dimulai dengan melakukan analisa fungsi arsitektur, yaitu:
 Aritektur mempunyai fungsi memberi perlindungan kepada manusia (baik melindungi nyawa maupun harta, mulai nyamuk sampai bom)
 Arsitektur memberikan perasaan aman, nyaman, nikmat
 Arsitektur mempunayi fungsi untuk menyediakan dirinya dipakai manusia untuk berbagai keperluan
 Arsitektur berfungsi untuk menyandarkan manusia akan budayanya akan masa silamnya
 Arsitektur memberi kesempatan pada manusia untuk bermimpi dan berkhayal
 Arsitektur memberi gambaran dan kenyataan yang sejujur-jujurnya
3. Bentuk dan Ruang
Di dalam posmo, bentuk dan ruang adalah komponen dasar yang tidak harus berhubungan satu menyebabkan yang lain (sebab akibat), keduanya menjadi 2 komponen yang mandiri, sendiri-sendiri, merdeka, sehingga bia dihubungkan atau tidak.
Yang jelas bentuk memang berbeda secara substansial, mendasar dari ruang.
Ciri pokok dari bentuk adalah ‘ada dan nyata/ terlihat/ teraba’, sedangkan ruang mempunyai ciri khas’ ada dan tak terlihat/ tak nyata’. Kedua ciri ini kemudian menjadi tugas arsitek untuk mewujudkannya.

I.4 KONSEP ARSITEKTUR POST-MODERN
Arsitektur post-modern merupakan arsitektur yang berbeda pandangan serta konsepnya terhadap arsitektur sebelumnya, yaitu Arsitektur modern. Arsitektur modern mempunyai pandangan atau idiologi yang anti terhadap sejarah, identitas atau pengenal, dan anti manusia sebagai elemen desain dalam arsitektur. Sebaliknya, Arsitektur Post-modern berusaha memunculkan kembali karakteristik sejarah, yang dilengkapi dengan jati diri atau identitas dan berusaha memperlihatkan ciri arsitektur yang dekoratif serta elemen-elemen tambahan guna lebih mengesankan keindahan arsitektur tersebut.
  Arsitektur Post-modern banyak mengambil langgam-langgam arsitektur lama, karena menganut pemahaman bahwa Arsitektur post-modern merupakan bagian dari perjalanan sejarah manusia atau berhubungan dengan seni (art history). Gaya yang dipakai biasanya adalah langgam arsitektur Yunani sampai dengan Neo-klasik. Langgam-langgam yang selalu dihadirkan dalam perancangan arsitektur post-modern selalu bervariasi.




HENRI MACLAINE PONT


 HENRI MACLAINE PONT

A. Biografi1
“Arsitektur….adalah bagian dari kegiatan manusia dalam menciptakan sesuatu untuk dirinya agar keluar dan menundukkan alam”
Filsafat arsitektur yang selalu dipegang dari awal sampai akhir hidup seorang Pont yang lahir pada bulan Juni 1885 di daerah Meester Cornelis atau sekarang bernama Jatinegara bagian dari Kota Jakarta. Seperti pada banyak keluarga Belanda pada masa itu, Henry Maclaine Pont mewarisi budaya campuran. Beberapa anggota keluarganya tinggal di “Neederlandsch Indie” sampai berakhirnya masa kolonial Belanda di Indonesia (1942). Empat generasi dari pihak nenek ibunya adalah adalah orang pribumi berdarah Bugis dan nenek moyangnya datang pertama kali ke Indonesia, pada masa VOC. Atas saran ayahnya, pada tahun 1902 ia masuk Technische Hoogeschool de Delft, sebuah sekolah tinggi teknik paling terkemuka di Belanda. Mulanya ia mengambil jurusan pertambangantapi kemudian ia memutuskan untuk pindah ke arsitektur. Dari jurusan inilah, Maclaine Pont nantinya menjadi salah seorang arsitek terkemuka dalam perkembangan arsitektur Belanda.
Dilihat dari hasil karya-karyanya, Maclaine Pont tidak terpengaruh pada bentuk-bentuk kubis, garis-garis dan bidang-bidang vertikal atau lainnya dari aliran purism yang melanda dunia seni termasuk arsitektur pada waktu itu. Maclaine Pont secara konsisten menekankan pendekatan terhadap budaya dan alam di mana ia membangun. Penekanannya selain kepada kesatuan antara bentuk dan fungsi, juga pada kesatuan dengan konstruksi, sebagai perwujudan dari tradisi dalam hubungannya dengan arsitektur.
Setelah menyelesaikan studi arsitekturnya, sebelum kembali ke Indonesia, antara tahun 1909 sampai dengan 1911 Maclaine Pont bekerja pada Kantor Postmus Meyes di Amsterdam. Proyek pertamanya dimana ia intensif terlibat, adalah sebuah rumah sakit untuk para diaken (pembantu Gereja) di Overtoom Amsterdam. Proyeknya yang kedua adalah Prins Alexander Stiching, sebuah institusi untuk para tuna netra di Huis ter Heide.
Karena dorongan ibunya, ia kembali ke Indonesia. Ia tiba di Tegal, sebuah kota di Pantai Utara Jawa Tengah, antara Cirebon dan Semarang, pada awal tahun 1911. Iklim, sinar matahari dan gaya hidup masyarakat setempat selalu menjadi perhatian utama sepanjang hidupnya. Hal ini diterapkannya dalam karyanya NIS (Nederlandsche-Indische Spoorweg Maatschappij), Perusahaan Kereta Api Belanda di Tegal.
Pada pertengahan tahun 1913, Maclaine Pont pindah ke Semarang. Ia memantapkan kantornya dan sibuk dengan proyek-proyeknya seperti misalnya bangunan-bangunan perkeretaapian di Purwokerto, gudang-gudang untuk gula di Cirebon, Cilacap, kantor-kantor di Tegal. Selain merancang bangunan, Maclaine Pont juga membuat rencana pengembangan perkotaan di Semarang Selatan dan di Surabaya. 
Pada pertengahan Tahun 1915, Maclaine Pont sakit, bersama isterinya kembali ke Belanda. Setelah sembuh ia bekerja pada kantor kereta api di Utrecht. Karena tidak berpikir lagi untuk kembali ke Indonesia, pada tahun 1918 bironya di Semarang dijualnya kepada kawan-kawannya. Tetapi di luar rencana pada tahun itu juga ia diundang untuk merancang Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. 
Pada tahun 1924, ia diminta untuk menjadi penasehat perusahaan kereta api di Jawa Timur dalam membangun perumahan karyawan. Tiga bulan tinggal di Surabaya sehubungan dengan proyek tersebut, memberikan kesempatan untuk meneliti reruntuhan Kerajaan Majapahit di dekat Trowulan. Ia makin tertarik dalam penelitian tentang arkeologi, dan melihat adanya masalah untuk diteliti secara lebih mendalam dan sungguh-sungguh. Untuk itu pada Bulan September 1924, ia pindah ke Trowulan dan sampai dengan tahun 1943 dengan hanya sedikit interupsi ia mengadakan penelitian arkeologi. Dalam periode ini Maclaine Pont banyak menulis berbagai masalah tentang arsitektur tropis. Ia mengemukakan pula tentang pentingnya menjaga kelestarian bangunan-bangunan lokal, perencanaan kota, bahkan juga tentang kesehatan masyarakat yaitu pest control. Pada tahun-tahun itu, pekerjaan arsitekturnya banyak berkaitan dengan penelitiannya yaitu antara lain membangun museum untuk menampung benda-benda peninggalan sejarah.
Pada tahun 1936, Maclaine Pont diminta oleh Pastor G.H. Wolters untuk membangun sebuah gereja di Pohsarang, sebuah desa beberapa kilometer di sebelah timur Kediri, Jawa Timur, di mana agama Katholik berkembang pesat di sana.
Dalam karyanya Museum Trowulan maupun Gereja Pohsarang selalu menggunakan bahan-bahan lokal. Maclaine Pont juga menggunakan buruh-buruh setempat selain beberapa tukang yang sudah berpengalaman pada saat membangun museum. 

B. Pemikiran-pemikiran dan Konsep Maclaine Pont2
Henri Maclaine Pont merupakan salah seorang arsitek yang “Independent dalam menentukan prinsip-prinsipnya pada perancangan suatu bangunan. Tidak seperti arsitek-arsitek pada zamannya yang kebanyakan selalu mengikuti arus ‘aliran’ di bidang arsitektur yang sedang ‘in’ pada waktu itu. Henri Maclaine Pont berusaha membuka celah-celah baru dalam bidang arsitektur dengan berusaha mencerminkan sikap “kebersahajaan” dan ternyata tak pernah lapuk dimakan usia. 
Dalam prinsip perancangannya ia mencoba memadukan kekuatan-kekuatan lokal berupa arsitektur, budaya, masyarakat dan alam; dimana tidak sedikit arsitek yang sering meninggalkan point ini pada bangunan yang dirancangnya. Jarang sekali kita menemui suatu karya arsitektur yang dapat mewakili ciri khas budaya dan sosial daerah masing-masing, serta mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh lingkungan di sekitarnya. Dengan teori-teorinya, Henri Maclaine Pont berusaha untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.
Dalam membangun suatu bangunan, Henri M.P, memegang teguh beberapa filsafat arsitektur. Ia menginginkan agar keberadaan bangunannya dapat menjadi bagian dari lingkungan sekitar bangunan tersebut. Ia sangat memperhatikan tentang iklim dan masyarakat sekitar bangunannya. Ia juga memperhatikan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat. Maclaine Pont lebih suka menggunakan bahan lokal dalam pembangunan karyanya dan juga penggunaan buruh lokal. Selain bahan lokal lebih murah daripada bahan import, bahan lokal juga banyak tersedia sehingga tidak mungkin kekurangan. Ia juga selalu menggunakan buruh lokal dalam pembangunan karyanya sehingga dapat menjadi latihan bagi ketrampilan masyarakat sekitar.
Secara keseluruhan, teori-teori yang dikemukakan oleh Henri Maclaine Pont mencoba untuk tetap “komunikatif” dengan lingkungan sekitarnya tanpa meninggalkan aspek fungsi dari bangunan tersebut. Hal ini tercermin dalam karya-karyanya yang sampai saat ini masih dapat kita nimati eksistensinya.
Henri Maclaine Pont secara konsisten menekankan pendekatan terhadap budaya dan alam dimana ia membangun. Filsafat arsitekturnya yang selalu dipegang teguh dari awal sampai akhir hidupnya:
“Arsitektur….. Adalah bagian dari kegiatan manusia dalam menciptakan sesuatu untuk dirinya agar keluar dan menundukkan alam.”

 Teori Henri M.P.
Kaidah arsitektur (teori) yang pernah dicetuskan/tampil pada karya-karyanya adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan pada faktor budaya dan alam dimana ia membangun sehingga karya arsitektural merupakan jawaban dari kebutuhan sosial.
2. Pada setiap karya arsitektural harus dapat tercermin adanya hubungan yang logis antara bangunan dengan lingkungannya.
3. Menggali akar budaya arsitektur klasik, dikaji dan kemudian dipadukan dengan arsitektur modern.


 Falsafah
Adaptasi Regionalisme
Yaitu adanya dialog antara tradisional dan modern. Struktur bangunan dapat berkembang mengikuti teknik dan metode baru, namun ungkapan arsitektural tetap dalam semangat tempat dan budaya lokal.

 Prinsip-prinsip yang dianutnya
 Dalam segi bentuk, Henri M.P. tidak terpengaruh pada bentuk-bentuk kubis, garis-garis dan bidang vertikal atau lainnya dari aliran “purism” yang melanda dunia seni dan arsitektur pada waktu itu.
 Henri M.P. selau memberikan penekanan pada kesatuan antara bentuk, fungsi dan konstruksi. Sebagai ungkapan spiritual dari suatu kelompok masyarakat, maka gaya arsitektur harus mempunyai jawaban dari kebutuhan sosial masyarakat tersebut.
 Menurut pandangannya adalah penting dalam arsitektur adanya hubungan logis antara bangunan dengan lingkungannya. Ia menyadari bahwa lingkungan secara keseluruhan menjadi bagian yang menyatu dengan bangunan sehingga dalam merancang, Henri M.P. selalu memperhatikan adat dan budaya setempat.
 Dalam bidang konstruksi, Henri M.P. tidak seperti arsitek-arsitek Eropa pada umumnya yang selalu menggunakan bahan material impor. Ia senantiasa berusaha menggunakan bahan lokal pada konstruksi bangunan yang dirancang.




ARSITEKTUR VIHARA




ARSITEKTUR VIHARA

Seni dan arsitektur Cina berasal dari kebudayaan Neolitik (Abad New Stone) sampai abad 20, yang menunjukkan kebudayaan yang paling lama bertahan. Prinsip yang mendasari segala aspek kebudayaan Cina -- keseimbangan yang harmoni - terlihat dalam banyak karya seni dan arsitekturnya. Arsitektur Cina merupakan suatu keseimbangan tradisi, agama dan inovasi, baik dari ide-ide masyarakatnya sendiri atau pengaruh dari luar.
Pengaruh dari luar yang paling berpengaruh bagi arsitektur Cina datang dari India. Tidak hanya segi arsitekturnya saja yang terpengaruh, tapi juga segi agama dan kepercayaannya, yaitu agama Budha. Vihara sebagai tempat peribadatan agama Budha memiliki arsitektur China yang khas. 


A. Agama Budha dari India dan arsitektur china
Perjalanan luar negeri dan kekacauan politik mempengaruhi karakter arsitektur Cina selama berabad-abad. Budha yang masuk pada abad ke-4 setelah Masehi, membawa gaya baru terhadap arsitektur, seni, dan lukisan dari India. Sebagai tambahan, doktrin Budha menekankan pada kemampuan raga manusia setelah mati. Dan karenanya orang yang sudah mati harus dimakamkan sesuai ketentuan, yang dinamakan Hong Shui.
Sekitar abad ke-4, suatu aliran gaya menghasilkan kategori baru yang merupakan gabungan seni dan arsitektur Budha dengan tradisi Cina. Di Cina Barat, vihara di Dun-huang masih mempertahankan adanya lukisan dinding yang berdasar pada cerita-cerita sakral. Pagoda-pagoda dari kayu, bentuk arsitektural yang berdasar pada stupa India dan menara ciri khas dinasti Han, semuannya menunjukkan gabungan ini.
Pada masa Dinasti Sung, mulai dibangunlah bentuk-bentuk menara/bangunan peribadatan yang rendah dan mendekati bentuk vihara sekarang ini, yang akhirnya menjadi populer.
 
Vihara Byodoin - Salah satu bangunan vihara yang umum ditemui.



B. Geomansi Cina (Feng Shui/Hong Shui) 
Salah satu hal yang paling mempengaruhi arsitektur Cina, terutama pada bangunan Vihara adalah Hong Shui. Hong Shui adalah seni meramal peruntungan baik atau buruk di masa yang akan datang, dari gambar yang terdiri dari titik-titik/garis sembarang yang terdapat pada permukaan bumi. Dan oleh kepercayaan Budha, hal ini dihubungkan dengan cara memakamkan orang yang sudah mati, karena itu dapatlah dikatakan bahwa peruntungan seseorang tergantung dari bagaimana baiknya nenek moyang mereka dikuburkan, dan juga bagaimana tepatnya rencana dan konstruksi tempat tinggal mereka dibangun sesuai dengan gakamkan orang yang sudah mati, karena itu dapatlah dikatakan bahwa peruntungan seseorang tergantung dari bagaimana baiknya nenek moyang mereka dikuburkan, dan juga bagaimana tepatnya rencana dan konstruksi tempat tinggal mereka dibangun sesuai dengan gakamkan orang yang sudah mati.
Karena itu dapatlah dikatakan bahwa peruntungan seseorang tergantung dari bagaimana baiknya nenek moyang mereka dikuburkan, dan juga bagaimana tepatnya rencana dan konstruksi tempat tinggal mereka dibangun sesuai dengan gakamkan orang yang sudah mati, karena itu dapatlah dikatakan bahwa peruntungan seseorang tergantung dari bagaimana baiknya nenek moyang mereka dikuburkan, dan Singapura, Hongkong, dan lain sebagainya. Karena itu dapat dikatakan bahwa Hong Shui berperanan penting dalam arsitektur Cina.

C. Filosofi
Lingkungan alami sekeliling akan mengungkapkan kehadiran ch’i laki-lakinya atau Yang-ch’i dalam wujud sang naga, dan ch’i perempuannya atau Yin-ch’i dalam wujud sang harimau. Dua macam ch’i atau alur energi vital pertanahan ini dikatakan bersifat panas dan dingin. Secara kiasan keduanya disebut Sang Naga Biru dan Sang Harimau Putih. Sang Naga Biru sebaiknya harus selalu di sebelah kiri atau di sisi timur, sedangkan Sang Harimau Putih di sebelah kanan atau di sisi barat. Ada kalanya keduanya juga diumpamakan sebagai bagian bawah dan bagian atas lengan manusia; dan pada tekukan lengan itulah harus dicari satu lokasi yang baik, dalam sudut yang tercipta oleh sang naga dan sang harimau, pada titik pusat di mana dua airan ch’i itu saling bertemu atau bersenggama. Yang terbaik ialah apabila dua lambing tadi membentuk sebuah tapal kuda, dalam pengertian bahwa kedua lereng pegunungan pelindung yang dimulai pada satu titik bergerak memencar ke kanan dan ke kiri dalam ujud lengkung yang bagus, sementara ujungnya agak membelok kedalam dan saling mendekat. Formasi pegunungan atau perbukitan seperti ini merupakan kekuatan indeks pasti akan adanya kehadiran dari seekor naga yang asli.






PENERAPAN FENG SHUI


PENERAPAN FENG SHUI
1. ALIRAN BENTUK
Berdasarkan pada aliran bentuk, konsep dasar feng shui berkaitan dengan Chi dan posisi binatang langit pada landscape. Chi adalah hawa atau energi yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan. Ada tiga jenis bentuk Chi, yaitu : Chi yang bersirkulasi di udara, Chi yang bersirkulasi di tanah, dan Ch’i yang bersirkulasi dalam tubuh kita. Ada empat binatang langit yang mempengaruhi landscape di sekitar kita, yaitu : naga hijau di bagian kiri rumah, macan putih di bagian kanan rumah, phoenix merah di bagian depan rumah, dan kura-kura hitam di bagian belakang rumah. Bagian-bagian ini dilihat dari arah keluar dari pintu utama rumah. Berdasarkan kedudukan binatang langit, maka feng shui yang baik pada landscape adalah sebelah kiri rumah lebih tinggi, pintu utama menghadap ruang terbuka, dan bagian belakang rumah terdapat pendukung yang kuat dapat berupa dinding yang tinggi maupun gedung bertingkat. Akan lebih baik lagi apabila di bagian depan rumah ada aliran air yang mengalir, atau pada aliran bentuk disebut dengan naga air.
Selain itu, kondisi di sekitar kita juga berpengaruh terhadap feng shui rumah tinggal antara lain :
1. Jalan
Di dalam feng shui, jalan dianggap sebagai aliran air, karena laju kendaraan dianggap sebagai laju aliran sungai. Jalan yang mengelilingi rumah seperti jerat akan merugikan pemilik rumah. Jalan yang berkelok dan berkontur sangat baik dalam membawa aliran chi. Akan tetapi, rumah tidak boleh berada pada kelokan, karena chi yang mengalir dalam jalan akan membelah rumah seperti pisau. Rumah yang berada di antara dua jalan akan tergencet. Jalanan yang lurus mengarah ke rumah akan membawa sha chi yang merugikan. Persimpangan jalan T harus dihindari apalagi jika jalan tersebut terlalu curam. Jika terpaksa berhadapan dengan persimpangan jalan T maka dapat ditanam perdu dan pohon untuk memotong aliran sha chi yang masuk ke rumah.
2. Sungai atau Saluran air
Sungai yang aliran airnya tidak kuat dan berliku-liku di dekat rumah akan membawa aliran chi yang mengandung kesempatan dan kemakmuran. Tetapi perlu diperhatikan kebersihan airnya, karena air yang kotor dianggap menodai chi dan tidak menguntungkan.
Saluran air berhubungan dengan keuangan dan kesehatan pencernaan. Saluran air sebaiknya tidak mengalir ke arah pintu utama, tetapi langsung mengalir ke belakang rumah. Jika terpaksa karena keterbatasan lahan saluran air tersebut ditutup dengan penutup saluran. Selokan pembuangan air kotor hendaknya tertutup atau dapat ditutupi dengan tanaman di sekelilingnya.
3. Posisi Rumah
Posisi rumah berkaitan dengan bangunan yang ada di sekitarnya. Rumah sebaiknya tidak berdekatan dengan pemberhentian bis, tempat ibadah, rumah sakit, kuburan. Karena tempat-tempat tersebut menghasilkan chi yang merugikan. Lebih baik jika rumah menghadap ke taman bermain atau tempat terbuka terkait dengan naga air.
Letak rumah di tebing atau di atas bukit yang terisolasi kurang menguntungkan karena menyimpan berbagai kekuatan berbahaya yang tidak terlihat, dan sheng chi mudah tersebar cepat. Rumah yang berdekatan dengan laut juga perlu diperhatikan kondisi sekitarnya, sebab jika tidak terdapat elemen pendukung akan merugikan. Elemen pendukung itu dapat berupa bukit. Rumah di atas bukit dengan pemandangan laut sangat menguntungkan.
4. Struktur Sekitar Rumah
Struktur di sekitar rumah yang kurang menguntungkan, antara lain : antena televisi tetangga yang dianggap sebagai benda tajam, bentuk atap segitiga yang mengarah ke rumah, tiang-tiang (tiang listrik, tiang telepon, tiang lampu dan tiang iklan) di pinggir jalan, dan rambu-rambu lalu lintas.
Untuk menghindari struktur yang kurang menguntungkan di sekitar rumah, dapat dilakukan pencegahan dengan cara menempatkan pepohonan pada arah tembak struktur tersebut, dan juga dapat digunakan tirai untuk menyaring sha chi yang masuk melalui jendela dan pintu.
5. Bentuk Rumah
Bentuk rumah yang terbaik adalah persegi panjang dan bujur sangkar. Jika menginginkan bentuk yang tidak berarturan atau desain yang modern, maka perlu diperhatikan aliran chi yang masuk ke dalam rumah tidak terganggu, dan dihindari adanya sudut yang hilang dengan memasang cermin pada sudut tersebut. Ketinggian rumah sebaiknya mempertimbangkan bangunan yang ada di sekitarnya, karena feng shui itu menyelaraskan dengan keadaan lingkungan. Pemakaian pilar sebagai struktur pendukung di bawah rumah seperti pada rumah gadang tidak menguntungkan dimana rumah menjadi labil, karena tidak berdiri kokoh di atas tanah solid.
Di dalam penerapan interior terdapat satu hal yang tidak dapat kita abaikan terkait dengan feng shui, yaitu : warna. Pengaruh warna dalam penjabaran ilmu feng shui sangat penting dan kompleks sebab perhitungannya dapat mempengaruhi chi. Di dalam feng shui warna dinilai : mengandung energi kekuatan dan getaran, mencerminkan sifat dan karakter magnetik alam semesta, mempengaruhi perilaku emosi seseorang, dan mempunyai interaksi dengan kehidupan. Elemen warna dalam feng shui digunakan untuk : peningkatan, penyelarasan, pembenahan, dan pengobatan. Warna berhubungan dengan lima unsur yang diperoleh atau didapatkan dari tanggal kelahiran masing-masing, dimana masing-masing warna memiliki sifat yang berbeda-beda dan mendukung unsur yang berbeda pula.




PEMAHAMAN FENG SHUI


PEMAHAMAN FENG SHUI
Di dalam pola pemikiran masyarakat Tionghoa, kehidupan di dunia ini dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu : takdir, keberuntungan, feng shui, filantropis, dan pendidikan. Pada saat sekarang ini feng shui bukan hanya dikonsumsi oleh masyarakat Tionghoa saja, tetapi telah lebih menasional, terbukti dengan adanya program acara TV, dan artikel koran yang membahas mengenai feng shui serta pengaplikasian feng shui pada bangunan-bangunan gedung di kota-kota besar.
Untuk dapat memahami feng shui, kita perlu tahu terlebih dahulu apa feng shui itu. Secara harafiah, feng itu berarti angin dan shui itu berarti air, kedua unsur inilah yang penting dalam geomansi Tionghoa, dimana kedua unsur ini dipercaya membawa energi kehidupan yang tak terlihat. Energi ini dapat berupa energi positif (Sheng Chi) yang menguntungkan dan energi negatif (Sha Chi) yang merugikan. Untuk dapat menanggulangi energi negatif inilah feng shui dipelajari sebagai suatu cara yang dapat membantu menciptakan lingkungan yang harmonis, sehat dan menguntungkan.
Feng shui adalah suatu ilmu pengetahuan lingkungan yang sederhana dan berdasarkan pada interprestasi alamiah yang memungkinkan orang Cina untuk menciptakan sistem natural yang efisien, dan juga mempelajari pergerakan energi yang menguntungkan. Setelah berabad-abad, interprestasi feng shui berkembang dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan-kebudayaan lokal, sehingga dari masa ke masa menjadi lebih kompleks dan rumit. Dengan mengerti konsep dasarnya, maka kita dapat memilih desain, image dan simbol-simbol yang berarti dari kebudayaan kita untuk mendukung kita memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Dengan adanya perkembangan feng shui dari masa ke masa, maka ada banyak aliran dan metode feng shui yang semuanya mengarah pada prinsip dasar feng shui, yaitu : untuk meningkatkan kehidupan menjadi lebih baik dan lebih baik lagi serta selaras dengan lingkungan. Sejauh ini terdapat dua aliran feng shui yaitu : aliran bentuk dan aliran mata angin, dimana keduanya telah menghasilkan presepsi dan teori-teori yang berbeda-beda. Feng shui aliran bentuk tergantung dari kekuatan pengamatan seseorang dan analisa dari seseorang akan kondisi lingkungan sekitar, sedangkan aliran mata angin memakai pendekatan yang lebih matematis dengan menggunakan kompas mata angin.
Feng shui di dalam dunia modern merupakan suatu intuisi yang menggabung-gabungkan pandangan, sehingga kita harus menyamakan pandangan kita terlebih dahulu. Dengan demikian, kita akan dapat meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan sekitar kita. Selain itu, untuk dapat memahami feng shui dalam dunia modern, kita perlu memperluas konsep ekosistem ini, termasuk di dalamnya aktivitas manusia, dampak dari kosmos (dalam hal ini suasana lingkungan sekitar), dan perkiraan konsekuensi keadaan lingkungan kita.




KAJIAN RENCANA KOTA



KAJIAN RENCANA KOTA

Peran dan Fungsi Kawasan

 Kawasan Banjarsari merupakan salah satu kawasan dalam kota Surakarta yang memiliki aspek pelayanan tingkat kota, yaitu scope pelayanan utama perdagangan dan pelayanan sekunder sebagai kawasan pendidikan. Kawasan ini secara geografis terletak hampir di tengah-tengah kota Surakarta dengan kepadatan yang cukup tinggi. Pusat kegiatan utama pada kawasan Banjarsari ialah Pasar Legi, Jl. Sutan Syahrir, Jl. S. Parman serta area pendidikan di sepanjang Jl. Monginsidi.
 Selain kedua fungsi di atas masih terdapat beberapa fungsi layanan kawasan yang berpengaruh terhadap kota, yaitu sebagai kawasan historis dengan keberadaan Monumen Juang ’45 serta beberapa kantor pemerintahan dan TNI yang berskala kota, yaitu kantor pembantu gubernur dan satlantas yang juga terdapat di kawasan ini dari beberapa bangunan yang terletak pada kawasan tersebut yang memiliki scope pelayanan kota menjadikan kawasan ini semakin kompleks sebagai satu kawasan yang cukup penting dalam perkembangan kota.
 Peran kawasan Banjarsari cukup penting bagi masyarakat di kawasan Banjarsari, karena kawasan Banjarsari merupakan fungsi perdagangan sehingga dapat meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitarnya yang ikut andil dalam kegiatan perdagangan di kawasan pasar Legi dan pasar Banjarsari.

Sasaran-sasaran Pengembangan

 Perdaganga dan Jasa
1. Mengembangkan berbagai kegiatan perdagangan dan jasa dalam berbagai komoditi dengan berbagai skala pelayanan internasional, regional dan lokal termasuk pedagang kaki lima dan sektor informal lainnya sesuai dengan pengembangan ruang kotanya.
2. Mengembangkan pusat-pusat perdagangan partai besar (grosir) dan pasar-pasar khusus serta pasar-pasar induk.
3. Menyebabkan kegiatan perdagangan dan jasa dari pusat kota ke sub-sub kota yang ditetapkan.
 Transportasi
1. Pengembangan sistem jaringan terpadu dengan program dengan program/proyek dari Departeman PU dan jaringan jalan dari Pemda tetangga
2. Peningkatan fungsi dan fisik jalan-jalan strategis dalam kota
3. Peningkatan keindahan jalan-jalan protokol dan daerah wisata
4. Perluasan jangkauan sistem angkutan kota untuk melayani angkutan pelajar dari dan ke sekitar kota
5. Pengembangan sistem terminal yang terpadu di seluruh wilayah perkotaan
6. Penataan kembali dan pengembangan sistem perparkiran
7. Penataan kembali sistem lalu lintas siang dan malam hari
8. Pengembangan angkutan tradisional untuk keperluan wisata
9. Pengembangan prasarana pejalan kaki yang terpadu dengan pengembangan prasarana kendaraan dan transportasi umum serta transportasi secara luas
10. Penataan kembali kendaraan angkutan tak bermotor
 Penghijauan Kota
1. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas penghijauan kota bauik yang bersifat estetik maupun penghijauan produktif yang sesuai dengan daerah perkotaan
2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka dan hijau dan program penghijauan kota
3. Meningkatkan pendapatan daerah dari program pembangunan penghijauan kota, melalui retribusi penghijauan yang diusulkan menjadi pajak penghijauan dan keindahan kota
 Pariwisata dan Budaya
1. Memanfaatkan unsur buatan manusia baik yang kuno maupun baru (di pusat kota dan sekitarnya) untuk pengembangan industri pariwisata, budaya dan penelitian/pendidikan) serta jati diri kota
2. Memanfaatkan sisa-sisa unsur alam untuk pengembangan rekreasi dan pariwisata
3. Memanfaatkan unsur-unsur buatan manusia, unsur alam dan kegiatan tradisional rakyat untuk pengembangan rekreasi, industri dan pariwisata
4. Pengembangan wisata terpadu antara wisata dunia usaha, budaya, pendidikan, penelitian, olahraga dan konferensi



Sejarah Perkembangan Gedung Olah Raga




Sejarah Perkembangan Gedung Olah Raga

(by sebastian)

Keberadaan gedung olah raga berawal dari didirikannya stadion (colloseum) untuk memenuhi kebutuhan fasilitas keagamaan dan social pada jaman Yunani. Pada masa itu, stadion biasanya berbentuk segi empat dan tidak beratap atau hanya beratap sebagian yaitu di atas tempat duduk penonton.

Pada jaman Romawi dikenal adanya ‘Amphitheater’ yang dapat dikatakan sebagai pengembangan bangunan stadion dan merupakan penggabungan antara teater dan fasilitas pertandingan. Berarti telah ada pemikiran penggunaan gedung olah raga untuk keiatan olah raga dan hiburan.
Seiring dengan kemajuan teknologi, sekitar abad 20 dapat dibuat gedung besar yang seluruhnya beratap yaitu Astrodome, Houston, Texas. Pemanfaatan gedung olah raga juga berkembang menjadi bangunan serba guna, dengan menyediakan berbagai macam fasilitas penunjang. Gedung olah raga dimasa mendatang etrutama yang berada di pusat kota mempunyai kecenderungan untuk berperan sebagai wadah kegiatan multi fungsi mengingat pertimbangan pengoptimalan penggunaan lahan dan ruang yang terbatas.
Klasifikasi Gedung Olah Raga
Klasifikasi dan penggunaan bangunan gedunmg olah raga
Type A
• menyediakan minimal:
 1 lapangan bola basket
 1 lapangan bola voli
 5 lapangan buku tangkis
 1 lapangan tennis
• ukuran minimal hall : 50 x 30 dengan tinggi 12,5 m
• kapasitas penonton : diatas 3.000 orang
Type B
• menyediakan minimal:
 1 lapangan bola basket
 1 lapangan bola voli
 3 lapangan buku tangkis
• ukuran minimal hall : 32 x 22 dengan tinggi 12,5 m
• kapasitas penonton : 1000 - 3.000 orang
Type C
• menyediakan minimal:
 1 lapangan bola basket
 1 lapangan bola voli
• ukuran minimal hall : 24 x 16 dengan tinggi 9 m
• kapasitas penonton : 1000 orang.
Berdasarkan skala pelayanannya, gedung olah raga dibagi atas :
1. Skala Nasional
Fasilitas olah raga ini menampung atau melayani kegiatan-kegiatan di antaranya kpmpetisi utama, pertandingan, latihan dan mengajar dengan standar internasional seperti PON, Sea Games, dan sejenisnya.
Contoh : Gedung Istora Senayan Jakarta
2. Skala Regional
Fasilitas olah raga yang melayani satu atau beberapa daerah denga populasi sebesar 200.000 sampai dengan 350.000 penduduk dan merupakan fasilitas pelengkap di suatu daerah atau wilayah.
Contoh : Gelanggang Olah Raga Penjaringan
Gelanggang Olah Raga Grogol. 
3. Skala Lingkungan
Fasilitas olah raga yang melayani satu lingkungan, dalam hal ini lingkungan pemukiman dngan populasi 2.000 sampai dengan 10.000 orang, dan biasannya disediakan dalam suatu kompleks perumahan sebagai satu pelengkap sarana.
Contoh : Kelapa Gading Sport Club di kompeks perumahan Kelapa Gading.
Bimantara Sport Club di kompleks perumahan Green Village.
Persada Sport Centre di kompleks AURI Halim.
4. Skala Sekolahan
Fasilitas olah raga ini melayani olah raga di suatu sekolahan, biasanya berbentuk aula, serbaguna dan dapat berbentuk lapangan terbuka serta digunakan hanaya untuk latihan olah raga standar saja.
5. Skala Khusus
Fasilitas olah raga yang menangani olah raga jenis tertentu yang sifatnya komersial atau yang diperuntukkan khusus bagi penyandang cacat, biasanya dibentuk oleh pihak swasta.





Recent Readers

View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile View My Profile
Web Hosting